Sabtu, 2 November 2013
Mungkin hari itu adalah salah satu hari pentingku dalam
empat tahun perjalan kuliahku. Perjuangan akan lulus atau tidak. Mempertanggungjawabkan
semua yang aku tulis dalam enam bulan terakhir. Penguasaanku akan materi diuji.
Mentalku pun diuji. Siap atau tak siap, waktu terus berjalan. Tanpa boleh sekalipun
aku menghambatnya.
Sebelum hari itu, aku mempersiapkan semuanya. Hingga tak ada
yang tertingal apapun. Kubaca tugas akhirku yang semuanya 320 halaman. Kubolak
balikan melihat apakah ada yang janggal. Menerka apa yang penguji akan
tanyakan. Tapi semua di luar jangkauanku. Aku pun tak bisa menebaknya.
Tak lupa, aku pun berdoa pada-Nya agar semua dimudahkan,
dilancarkan. Meminta restu ke mama, papa, dan keluargaku. Meminta doa pada
semua orang yang akku temui. Hanya untuk satu tujuan, dimudahkan.
Hari itu pun datang, lebih cepat dari yang aku bayangkan.
Majelis siding pertama, dengan seorang professor di dalamnya. Aku berusaha
tenang, dan tidak panik. Satu per satu temanku masuk ruangan siding untuk di
uji. Hati rasanya tak karuan, menebak apa yang akan terjadi dalam ruang sidang.
Wajah temanku beragam, ada yang tersenyum, langsung menangis, murka, dan bahkan
langsung memuntahkan isi perutnya.
Tiba giliranku. Aku berusaha menenangkan diriku. Mulutku tak
berhenti mengucap doa lirih kepada-Nya. Bismillah. Aku masuk dan memperkenalkan
diri. Yah, seperti biasa penguji langsung berkata “Rizky Purnama? Seperti nama
laki-laki” ini sudah aku prediksi. Aku mempresentasikan point-point tugas
akhirku, namun di stop oleh sang professor karena bicaraku yang terlalu cepat,
aku pun memperlambat tempo bicaraku. Pertanyaan datang satu persatu, tentang instrument
yang aku gunakan, model pembelajaran yang aku gunakan, hasil pembelajarannya,
latar belakang, sampel, dan aku disuruh mengajar. Semuanya aku lewati dengan
tangan gemetar, hati dagdigdug, ngomong blibet, dan perasaan tak karuan.
Semuanya terlewati, walau ada pertanyaan yang akhirnya harus ku jawab “maaf
Pak, tidak terfikirkan”. Suasana sidang terasa mencekam namun hangat, diselingi
canda tawa tapi tetap serius. Aku terima nasihat setiap pengujiku dengan
seksama.
Tiga puluh menit berlalu. Aku pun keluar dari ruangan itu
dengan hati tak menentu. Bagaimana kalo tidak lulus, bagaimana kalau sidang ulang.
Batinku. Ah entahlah. Aku pun menangis, entah apa yang aku tangisi. Dosen
pembimbingku layaknya ibu peri yang menenangkan aku, dan dua anak bimbingannya
yang lain. Aku pun merasa tenang. Tenang karena ujian ini telah selelai. dan
aku telah berusaha dengan optimal.
Jam 13.00, yudisium. Pengumuman lulus atau tidaknya.
Pengumuman peringkat. Kami semua (18 mahasiswa, penguji, dan petinggi kampus)
berkumpul di ruang Fakultas. Aku berdoa dalam hati. Berharap dapat lulus
seperti yang aku dan orang lain harapkan. Setelah pembukaan dari Dekan (professor
yang mengujiku), tibalah saat pengumuman. Pengumuman peringkat. Peringkat
ketiga, peringkat kedua. Untuk peringkat pertama, Dekan bertanya pada dosen
siapa gerangan yang cocok untuk peringkat pertama. Dan salah seorang dosen
menyebut namaku, aku kaget. Dosen lain pun demikian. Dan ya, aku lulus dengan
peringkat pertama sidang gelombang 1. Tangisanku buncah oleh rasa senang yang
tak terkira. Ucap syukur tak henti dari mulutku. Ini adalah prestasi di akhir
masa kuliahku, yang akupun tak menyangka. Namaku dipanggil pertama, aku
mendapat surat dengan angka 1 di amplopnya. Aku menyalami semua dosen, dan aku
memeluk dosen pembimbingku. Alhamdulillahirobbil alamin.
Perjalanan satu hari yang amat panjang, yang tentunya tak
dapat aku lupakan. Teimakasih untuk semuanya. Akhirnya perjalanan empat tahunku
membuahkan hasil dalam tiga puluh menit ini. Terimakasih.
Salam,
Rizky Purnama, S. Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar