Dulu sebelum sampai di tempat ini aku berfikir. Perjuangan
ke sekolah dengan berjalan kaki berkilo-kilo itu klise. Tidak mungkin di saat
zaman yang sudah canggih begini, kecuali dulu, jaman ketika mama dan papaku
bersekolah. Kurasa sekarang sudah zamannya angkot, atau bahkan ojek. Berjalan
kaki berkilo-kilo untuk sekolah bagiku mustahil. Sekolah ku pun jauh sekitar
5km, tapi aku bisa naik angkot. Aku selalu berpikir begitu.
Dulu sebelum tiba di tempat ini aku selalu berpikir,
Indonesia ya seperti ini, seperti kotaku Cirebon. Tidak ramai namun juga tidak
sepi. Akses mudah walaupun sedikit gedung tinggi. Kalau Indonesia Negara
kepulauan, ya menurutku yang berbeda hanyalah suku, ras dan budayanya.
Selebihnya ya sama saja. Semua dapat di jangkau.
ketika mereka berjalan di kali, ketika musim hujan. |
Kali, ketika hujan mulai deras |
Setelah sampai sini, pikiranku kemudian berubah. Kufikir
Indonesia belum merdeka. Perjalanan berkilo-kilo untuk sampai ke sekolah memang
benar adanya. Aku melihat sendiri, betapa anak muridku harus berjalan paling
jauh 13km untuk sampai ke sekolah. Melewati hutan dan sungai dengan bahaya yang
bisa datang kapan saja. Mereka harus menempuh perjalanan 2 jam dengan kaki
untuk sampai ke sekolah. Tidak heran kalau di sekolah mereka hanya tinggal
lelahnya saja.
Aku pernah ingin tahu bagaimana rasanya berjalan kaki sejauh
itu. Aku ingin mengunjungi temanku yang rumahnya di desa paling atas, sama
seperti desa tempat tinggal siswaku. Aku ingin berjalan kaki. Anak-anak
meremehkanku. Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya berjalan kaki jauh. Dan,
ya 13 km ditempuh dengan 3 jam, melewati hutan dan entah berapa kali
menyebrangi sungai. Jalanan yang tidak rata, bebatuan membuatku berkali-kali
hampir jatuh. Setibanya di tempat tinggal kawanku, rasanya kakiku mau copot.
Capek sekali, dan aku hanya bisa tidur setelahnya.
Aku tak bisa bayangkan mereka harus pulang pergi berjalan
kaki sejauh itu. Mereka memang sudah
biasa, dan terpaksa. Mau bagaimana lagi, kalau tidak berjalan kaki sejauh itu,
mereka tidak sekolah. Kalau mau naik
kendaraan misalnya naik ojek, itu sangat mahal sekali, harga pulang pergi bisa
sampai Rp. 100.000. Tidak sebanding dengan penghaslian mereka. Belum lagi kalau
musim hujan, mereka harus berkejaran dengan sungai-sungai banjir yang memakan
korban. Kenapa tidak dibagun jembatan? Well yeah tempat ini memang sedikit sekali
tersentuh pembangunan, pembangunan yang ratusan juta terkadang hanya
meninggalkan papan belaka. Lagipula kalau memang dibangun jembatan, berapa km
jembatan yang harus dibangun? Ah, pelik.
Sehingga setelah sampai sini aku pupn tersadar bahwa,
Indonesia bukan hanya Cirebon. Indonesia bukan hanya Jawa yang pembangunannya
tak pernah habis. NTT juga masuk Indonesia kan? Amfoang juga kan? Kenapa tidak dibangun juga?