Pagi hari sekitar jam 6 aku sudah dijemput dengan otto bus.
Busnya semacam elf kalo di Cirebon. Ketika di Cirebon, aku paling takut untuk
naik elf, kadang supirnya suka seenaknya ketika mengemudi. Tapi untuk sampai ke
penempatan aku dan Nesya harus meniki bis ini, yang bisa dibilang jauh dari
kata layak alias kondisi body nya sudah tidak bagus lagi.
Aku dan Nesya bergegas masuk ke dalam otto dengan barang
bawaan kami yang terlampau banyak. Sebagian barang bawaan disimpan di atas otto,
mereka menyebut bagasi dan sebagian di dalam otto. Otto penuh dengan manusia
dan berbagai macam karung.
Kami dijemput oleh kakak beradik Ibu Rina dan Ibu Novri. Ibu
Rina merupakan guru Kimia di SMAN 1 Amfoang Barat Laut, SMA dimana tempat kami
bertugas, sedangkan ibu Novri guru SMK. Sepanjang perjalanan (aku yang duduk di
muka bis dengan Ibu Novri) diceritakan banyak hal. Beliau selalu bilang “Tenang
saja Ibu Kiky, Amfoang aman.”
Semua barang bisa diangkut dengan otto. Awalnya kami ragu
apakan otto mau mengangkut barang bawaan kami yang seabrek. Ternyata, barang
bawaan kami bisa diangkut, bahkan motorpun bisa diangkut, diikat di bagian
belakang otto. Pemandangan yang sangat baru bagi kami. Otto sangat ramai, aku
senang melihat masyarakat yang saling tegur sapa di dalam otto. Semua saling
kenal.
Perjalanan sangat jauh dari ekspektasi. Yang aku dengar,
menurut cerita dari kepala dinas, kaka senior perjalanan ke Amfoang sangat jauh
dan melewati kali-kali yang kering. Tapi kufikir jalanannya rata, alias aspal.
Ternyataaaa, jangan harap jalanan lurus. Jalanan berbatu, pasir dan debunya?
Masya Allah. Semua yang tadinya bersih, bagai kena hujan debu. Perjalanan 8 jam
melewati hutan belantara dengan pohon-pohon kering yang gersang. Bagaikan lagu
ninja hatori “mendaki gunung, lewati lembah”. Jika kebelet buang air kecil,
otto akan berhenti, dan penumpang silakan buang air di hutan. Aku sih serem
buang air begitu.
Kepala dinas memang benar, perjalanan ke Amfoang melewati
kali kering, jumlahnya? Ratusan mungkin. Kali-kali yang ketika kemarau
berfungsi sebagai jalan dan beralih fungsi menjadi sungai ketika musim hujan.
Aku takjub dengan supir otto Amfoang. Bagaimana tidak,
selain dia menguasai medan yang amat dahsyat, mereka juga hafal jalanan. Gila,
lewat hutan, lewat kali kering yang tidak ada jalannya mereka hafal, tanpa
nyasar, tanpa peta apalagi GPS. Kebayang kalo otto tiba-tiba mogok, malam hari
di hutan atau di kali. Jangan harap ada lampu, jalan aja susah. Tapi tenang
mereka sudah persiapkan semuanya.
Perjalanan panjang, sangat panjang. Di Jawa, perjalanan
panjang seperti ini mungkin dari Cirebon sudah bisa sampai ke Jogjakarta, tapi
ya jalanan licin aspal. Tapi ini sungguh, sepanjang perjalanan saya menggunakan
masker karena debu.
Di Amfoang Barat Daya kami istirahat makan siang. Baru kali
ini makan dikelilingi anjing. Lalu saya tersadar, ini NTT. Anjing Babi
berkeliaran, dan kamu harus sisap bertemu mereka, harus siap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar