sumber gambar |
Beberapa waktu yang lalu kami (aku dan teman asrama) tidak
pergi ke masjid untuk sholat taraweh karena satu dan lain hal. Kami
merencanakan untuk sholat sendiri di asrama secara berjamaah. Seperti biasa,
ketika akan sholat berjamaah yang isinya perempuan semua, kami akan saling
tunjuk imam. Terkadang ada yang berebut iqomah karena tidak ingin menjadi imam.
Pada akhirnya aku yang disuruh menjadi imam, padahal kami semua setara, bacaan kami
ya hanya itu-itu saja. Daripada membuang waktu saling tunjuk imam, akhirnya aku
mengalah.
Dimulailah dengan shalat Isya. Aku ingat sekali, aku
mengantuk, dan bacaan surat pilihanku ada yang salah. Aku merasa berdosa. Yang
kutahu, ketika imam salah, berarti dosa makmum ditanggung imam. Selepas shalat
isya, aku meminta maaf dan berkata “Kalau ada yang salah bacaannya, tolong
dibenerin, ya!” Kemudian aku melanjutkan dengan shalat taraweh. Ini kali
pertama bagiku. Lalu, aku merasa lelah, ternyata menjadi imam melelahkan. Ternyata menjadi imam shalat tidak
semudah dibayangkan. Tidak hanya memimpin sholat, tapi membaca dengan benar,
bahkan menanggung dosa. Duh.
Kemudian… aku berfikir.
Perkara memimpin dan yang dipimpin. Menjadi imam adalah
perkara yang tak mudah. Bukan hanya perkara memimpin, membaca Quran yang bagus,
tapi juga perkara tanggung jawab. Perkara ini yang sulit. Seperti kita memilih
imam kelak, memilih imam harus yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab untuk
membimbing kita ke jalan yang benar. Bertanggung jawab akan diri kita.
Bertanggung jawab akan dosa-dosa kita
Imam dan makmum juga harus bersinergi. Makmum mempercayai
imam, dan imam berusaha agar dapat dipercaya. Makmum akan mengikuti semua
gerakan imam, semua bacaan imam, asalkan benar dan tak menyalahi aturan sholat.
Imam dan makmum juga harus saling membantu. Saling mengingatkan. Seperti halnya
manusia biasa, imam pun tak luput dari kesalahan. Makmum boleh mengingatkan.
Bukankah makmum yang baik adalah makmum yang dapat mengingatkan?
Dan yang kutahu, menjadi imam itu adalah pekerjaan berat
lagi lelah. Makmum seyogyanya menghargai imam, mempercayainya dan mendukungnya.
Karena bagiku, makmum dan imam adalah satu tim yang seharusnya solid.
Wallahualam.
*Tulisan ini adalah tulisan iseng ketika menjelang fajar, selingan
menulis buku kajian tugas pesantren yang tak kunjung selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar