Lebaran Idul Adha sebentar lagi. Berarti sebentar lagi akan
pergi ke kota. Aku dan Nesya sudah menunggu hari dimana kita akan ke kota.
Setelah sebulan hidup di Kampung yang serba terbatas, kota merupakan salah satu
kebahagiaan tersendiri. Walaupun LPTK kami berbeda, tapi agenda turun ketika
lebaran merupakan agenda wajib. Dan walaupun Nesya tidak berlebaran, dia juga
ikut ke Kota. Ijin sudah di tangan, waktu pulang sudah tiba.
H-2 lebaran aku dan Nesya pergi ke kota. Pagi-pagi, bahkan
dari malam harinya kami sudah siapkan semuanya. Tadinya aku mau bawa kurung
kupat untuk di kota, tapi kufikir lagi, nanti sayang-sayang kurung kupatnya
layu terkena panas di bis. Kami turun membawa madu sebagai oleh-oleh untuk
teman-teman disana, maklum madu Amfoang sudah terkenal nikmatnya.
Ini adalah lebaran Idul Adha. Sebelumnya, anak SM3T sudah
sepakat untuk berkurban bersama. Tadinya aku mau cari kambing di Amfoang saja,
katanya harga kambing murah, 500 ribu sudah dapat yang besar. Tapi karena
kesepakatan kolektif akhirnya aku urung membeli. Aku cukup transfer kepada
teman yang di kota, dan semua beres.
Aku dan Nesya berangkat menggunakan bis cepat om AKA, kenapa
namanya bis cepat? Orang sini bilang karena om Aka nyupirnya “bajingan”. Oke
jangan kaget dengar kata bajingan. Bajingan disini artinya bukan kasar,
melainkan hebat, keren dan sebagainya. Kami turun kota bersama Menik dan Uyun
yang dari Amfoang Utara, Berti dan Erma yang dari Amfoang Barat Daya. Bis kami,
selain mengangkut sepeda motor, kali ini membawa empat ekor kambing. Kambingnya
ditaro di bagasi atas. Kasian juga liat kambing yang kepanasan.
Setelah 6 Jam perjalanan yang diwarnai dengan tiga kali ban
pecah dan akhirnya harus naik angkot, akhirnya kami sampai di penginapan. Bale
Dikmas.Rasa kantuk, capek, lelah seketika karena bertemu teman-teman yang sudah
sebulan tak berjumpa. Bercerita, bersenda gurau, ah menyenangkan. Membuang uang
gaji di kota juga sangat menyenangkan. Ramayana dan Hypermart jadi tempat yang
menyenangkan untuk melihat gemerlapnya kota, ceileh. Hahah
Tapi, tahukah kalian? Berlebaran di Kupang ini rasanya
seperti tidak berlebaran. Kali pertama merantau, kali pertama berlebaran, aku
berada di tempat yang minoritas. H-1 lebaran. Jangan Tanya ada wangi opor. Takbirpun
tak terdengar. Sedih? Sangat. Apalagi kami tinggal di asrama. Yang tidak bisa
sebebasnya bertakbir atau melakukan kegiatan-kegiatan khas lebaran. Ah, rindu
lebaran di rumah, ketika semua sudah tersaji di meja makan, ketika takbir silih
berganti berkumandang. Ini tanah rantau, dan ini bukan rumah.
Lebaran pun datang. Bergantian kami mandi, bersiap-siap
untuk sholat Ied. Berjalan kaki bersama menuju tempat sholat. Dan sholat Ied
bersama-sama. Tiba-tiba aku menitikan air mata, sedih ternyata berlebaran jauh
dari orang tua, sanak saudara. Setelah shalat, kami langsung menuju ke tempat
penyembelihan hewan kurban. Hewan kurban kami tersebar di berbagai masjid kota
Kupang. Tapi kebanyakan menuju ke masjid terdekat.
Lapar mendera, jangan harap opor ayam dan ketupat seperti
layaknya lebaran di rumah. Kami makan nasi bungkus di depan masjid. Sedih, tapi
ini lebaran! Harus gembira. Walaupun jauh dari keluarga, tapi aku merasa dekat,
teknologi memudahkan semuanya. Aku webcam-an dengan mama dan keluargaku disana,
yang (padahal) kebanyakan kakakku pamer dengan makanan yang ada di rumah. Tapi
paling tidak itu membuat rasa sepi lebaranku terobati.
Lalu, aku diajak teh Kiki untuk pergi ke rumah Saudaranya di
daerah fatufenoy. Kami dijemput. Aku, Mba Weli dan Anggun pergi kesana. Dan
tahukah? Kami disuguhi lontong, opor ayam, sambal goreng, rending. Ah rejeki
anak sholeh. Lalu kami diajak main banana boat di Lasiana. Ini Lebaraaaan! Sore
hari kami pulang ke asrama, beberapa anak tengah memasak untuk kami makan
bersama. Ada sate dan tongseng.
Malamnya kita makan bersama. Sungguh menyenangkan. Memang,
tidak ada pengganti keluarga. Tapi hal ini merupakan pelengkap keluarga ketika
kita berada jauh dari keluarga. Alhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar