“Mau ikut ngga ke Naikliu?” Pagi hari kak Ale bertanya
padaku dan Nesya. Naikliu adalah desa di Kecamatan Amfoang Utara. Desa dimana
ada teman SM3T yang bertugas dan Kecamatan di Amfoang yang satu-satunya
memiliki masjid. Tanpa babibu aku langsung mengiyakan ajakan Kak Ale. Aku
penasaran, bagaimana rupa masjid di dearah minoritas.
Amfoang Utara merupakan Kota Kecamatan. Sebelum pemekaran,
Amfoang merupakan suatu wilayah yang memiliki pusat kecamatan di Amfoang
Selatan (Lelogama) dan Amfoang Utara (Naikliu). Apa kelebihan dari kota
kecamatan. Jadi di Naikliu dan Lelogama PLN sudah masuk desa, walaupun hanya 12
jam yaitu dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi, sinyal internet juga dapat disini
walaupun hanya edge. Tapi itu kelebihan dari kota kecamatan. Selain itu ya sama
aja, selayaknya desa-desa lain di Amfoang.
Setelah bersiap-siap kami pergi ke utara. Aku bersama Kak
Elton dan Nesya bersama Kak Ale. Bagaikan perjalanan Tom San Chong mencari
kitab Suci di Utara perjalan juga tak semudah yang dibayangkan. Jangan pernah
mengharapkan jalanan rapi beraspal. Itu hanya sebatas angan dan impian. Medan
jalan ini lebih parah dibanding jalanan di desaku. Jalanan batu pasir dengan
debu yang aduhai menyambut kami selama perjalanan. Perjalanan membelah hutan
ini menghabiskan waktu satu jam. Tak dianjurkan untuk menggunakan pakaian bagus
disini, percuma nanti yang warnanya hitam berubah menjadi abu-abu.
Sampai di Amfoang Utara rasanya memang beda apalagi ketika
sampai Naikliu. Di dekat Kantor kecamatan Amfoang Utara terdapat bangunan Bank
NTT yang katanya akan dibuka bulan Oktober (kenyataannya sampai saya selesai
tugas SM3T bank NTT capem Naikliu belum jua dibuka). Disana juga ada dermaga,
tempat kapal berlabuh. Pertama kali kesana memang seperti biasa dermaga hanya
bangunan di pinggir laut tapi sekitar bulan Maret ketika kapal Kiser dari Ambon
yang berlabuh di Dermaga masuk, dermaga tersebut mulai kelihatan sedikit
berfungsi ya walupun hanya dua minggu sekali. Selebihnya dermaga hanyalah
tempat duduk-duduk menghabiskan waktu sore atau tempat foto yang mereka anggap
gagah.
Ada dua orang teman
SM3T disana yaitu Menik dan Uyun. Sekolah mereka ada di desa Afoan dan tempat
tinggal mereka ada di desa Naikliu, dan jarak antara tempat tinggal dengan
sekolah adalah 6 km. Gilak. Kami langsung menuju ke tempat tinggal menik dan
uyun, mereka tinggal di lingkungan masjid. Kalo disini mah namanya tempat
tinggal marbot, bangunan semi tembok. Aku dan Nesya suka ngejek namanya “gubuk
derita” ya padahal tempat tinggal kami juga gak lebih baik dari tempat mereka.
Melihat masjid bawaannya langsung pengen sholat. Gimana
engga udah lama banget gak denger suara adzan. Emang di Masjid ini juga sdzan
hanya dikumandangkan padaa saat Isya, Magrib dan subuh tapi gak mengurangi
esensi masjid sebagai rumah ibadah. Muslim disini berjumlah 20 KK, mereka
adalah orang bugis yang merantau disini.
Bertemu teman seperjuangan, tak henti-hentinya kami
bercerita tentang penempatan masing-masing. Senang rasanya bersenda gurau
sampai tak terasa waktu menunjukan jam 7 malam.
Kami memutuskan untuk pamit pulang. Kebayang buat aku yang penakut ini
jalan dengan malam melewati hutan belantara yang gelap, ihhh serem.
Alhamdulillah kami selamat sampai tujuan walaupun dengan Perjalanan malam yang
hanya diterangi oleh lampu motor disertai dengan doa Rizky.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar