Hidup disini berarti harus hidup dengan pesta. Kenapa? Karena disini
dikit-dikit pesta, dikit-dikit syukuran. Apa yang dipestakan selain pernikahan?
Ada baptisan, ada syukuran wisuda bahkan kematian dan peremian kuburan pun
mereka ucap syukur (?).
Pesta disini dimulai malam hari dengan jam yang sangat karet. Karena ketika di undangan
tertera jam enam, maka pesta akan dimulai jam delapan bahkan kadang sampai
molor jam sepuluh. Jadi sistemnya bukan tamu yang menunggu melainkan yang pesta
menunggu tamu, ketika kursi sudah terisi penuh maka baru pesta dimulai. Kalau
kursinya belum penuh-penuh ya makin lama dimulainya.
Pesta biasanya dimulai dengan sambutan-sambutan, pemerintahan dan
keluarga, lalu doa syukur yang dipimpin oleh pendeta, setelah itu kita akan
makan bersama. Makan juga berurutan sesuai tempat duduk. Biasanya sang MC akan memberikan informasi.
“Untuk makanan internasional, di sebelah sana.”
“Untuk yang berhalangan karena kesehatan dan
keyakinan ada di sebalah situ.”
Paham gak maksudnya apa? Jadi maksudnya makanan
internasional adalah Babi, Anjing dll. Nah yang satunya adalah makanan halal,
biasanya khusus untukku atau untuk orang-orang yang gtidak memakan babi.
Ketika ada pesta, aku diberi ayam untuk aku
sembelih sendiri. Terkadang kambing atau sapi. Ketika aku bilang, aku tidak
memakan hewan yang tidak aku sembelih sendiri, mereka menghargai keyakinanku.
Mereka akan menyediakan hewan lain untuk makanku. Bahkan kalau tidak ada ayam,
mereka akan berusaha mencari makanan lain yang stera dengan daging, misalnya
telur. Tapi itu juga dibarengi dengan permintaan maaf mereka yang gak
habis-habis. Bagiku tidak ada masalah ketika aku harus malan yang berbeda,
bahkan sayur pun aku terima, aku tak ingin mereka repot karena kehadiranku,
tapi menurut pandangan mereka berbeda. Kalau mereka makan daging, berarti aku
juga harus makan daging, mereka akan merasa bersalah sekali ketika aku hanya
makan yang biasa.
Setelah acara makan bersama akan diadakan acara
bebas. Apa itu acara bebas? Dansa. Yap, orang sini gila dansa. Aku yang semula
tak bisa, sampai ketagihan dansa. Maklum, pesta selain ajang makan enak,
merupakan acara hiburan bagi kami. Awalnya kami pesta diajak oleh Bapa Desa,
dan jam 11 malam sudah pulang. Namun Bapa desa ditegur oleh orang-orang sana,
mereka bilang bahwa Ibu guru kalau pesta jangan pulang sedu (awal), harus dansa
dulu biar tahu budaya sini.
Alhasil, ketika pesta teman guru aku dan Nesya
pulang jam 2 pagi. Kami belajar dansa dan akhirnya diajak dansa sana sini. Aku
awalnya canggung, lama-lama juga biasa. Malah senang, mereka mengajariku berdansa.
Yang lucu saat pesta adalah ketika masih
awal-awal acara bebas, masih sepi orang yang berdansa karena belum panas,
mereka belum minum sopi. Lama-lama, saat mereka sudah minum sopi, mulai satu
per satu berdansa, bahkan kadang rebutan nona (perempuan). Nah ada aturan
khusus untuk nona, jika sudah lelah berdansa boleh menolak, tapi jangan dansa
lagi. Karena nanti akan menimbulkan keributan, maklum para Nyong yang berdansa
sudah terkontaminasi oleh miras, otaknya sisa setengah.
Tidak jarang pesta diakhiri dengan keributan,
ada yang bahkan sampai baku hantam. Cuma masalah dansa dan senggol-senggol saat
goyang. Maklum mabok. Bagiku pesta ini memang merupakan hiburan, karena kapan lagi melihat Amfoang Terang sampai pagi, melihat orang tertawa renyah sampai pagi. Apalagi kalau tidak ada yang mabok, pasti pestanya bakal lebih menyenangkan. Bahkan, pesta terakhir disini aku pulang jam 5 pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar