Selasa, 02 September 2014

Cerita 1 : Prolog

Pertengahan 2013
Saat sedang mengerjakan skripsi , aku bertemu teman SMA ku yang berkuliah d Universitas Negeri di Jakarta. Aku bilang aku ingin mengikuti Indonesia Mengajar. Lalu temanku bilang, ada program yang hampir mirip dengan IM. Namanya SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal). Aku tertarik, sangat. Aku kemudian mencari info tentang SM3T. Sayangnya aku belum lulus, dan mungkin harus bersabar untuk angkatan berikutnya.

Awal 2014
Aku wisuda. Sarjana Pendidikan (S. Pd.) sekarang sudah resmi bertengger di belakang namaku. Senang? Pasti. Paling tidak aku membuat mama tersenyum, karena akhirnya aku lulus. Pasca wisuda aku (baru) memikirkan, ingin jadi apa aku kelak. Aku memang tidak mengetahui passionku sejak awal. Aku melamar ke beberapa perusahaan dalam dan luar kota. Aku ingin jadi pekerja kantoran. Aku juga melamar ke berbagai sekolah, sesuai dengan latar pendidikanku.

Selang beberapa bulan, aku diterima di salah satu instansi pendidikan tinggi di kotaku. Sempat dipanggil beberapa kali di perusahaan luar kota, mama tidak merestuiku. Demi mendapat ridho mama aku pun bekerja di instansi tersebut, bukan mengajar. Ironisnya, tidak ada sekolah yang memanggilku untuk menjadi guru.  

Pekerjaanku rutin setiap hari Senin sampai Jum’at jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Aku bekerja sebagai staff, staff Public Relation. Terdengar keren ya? Aku pun awalnya melamar karena fikirku keren. hehe.  Aku resmi menjadi pekerja kantoran. Dengan pakaian rapi dan sepatu heels yang mengkilap.

Selepas kerja, demi mengamalkan ilmuku aku mengajar privat. Biasanya aku sampai rumah jam 8 malam. Lelah, pasti. Tapi kufikir, mengajar adalah suatu hiburan bagiku. Setiap pagi aku hanya melihat layar computer, berkeliling ke perusahaan-perusahaan atau hanya berdiam diri. Sangat menjemukan.

Pernah suatu saat, ketika sudah tidak ada les dalam beberapa hari, karena anak-anak yang telah semesteran, aku dilanda kejenuhan. Aku bosan sangat bosan. Kalau orang normal, harusnya senang pulang kantor jam 4 langsung sudah sampai, namun aku tidak. Bosan rasanya dengan rutinitasku.

Juni 2014
Program sm3t dibuka. Aku sangat ingin mengikutinya, tapi kufikir pasti tidak diizinkan. Lagipula, bukankah aku sudah memiliki pekerjaan? Tapi aku selalu berfikir, untuk apa bekerja yang tidak sesuai hati. Akhirnya aku mendaftar program sm3t. Aku ingat, aku melengkapi berkas pendaftaran 3 jam sebelum penutupan. Soal izin, urusan nomor sekian, yang penting daftar saja dulu.

Selang beberapa waktu pengumuman seleksi administrasi, dan ternyata aku lolos seleksi administrasi. Aku harus dijadwalkan mengikuti tes online tgl 2 Juli di UPI Bandung. Dengan modal nekat aku mengikuti tes online di Bandung. Dengan bantuan seorang teman yang baru ku kenal aku menuju tempat tes. Aku tak ingin seorang pun tau, aku mengikuti sm3t.

Sebenarnya aku pesimis pada tes online. Aku merasa tidak maksimal dalam menjawab soal-soalnya. Tapi yasudahlah, paling tidak aku telah berusaha. Lagipula, kalopun tidak lolos, bukan suatu masalah besar juga. Masalah adalah jika aku lolos, akan membingungkan untuk mengambil keputusan.
Rencana Allah, aku lulus tes online, dan diharuskan untuk ke Bandung lagi untuk tes wawancara dengan membawa berbagai berbagai kelengkapan berkas. Salah satunya surat keterangan izin oprang tua bermaterai.  Aku bingung, haruskah aku memalsukan. Tapi itu tak mungkin. Akhirnya aku memberanikan diri meminta izin pada kakak perempuanku, dan kakak perempuanku yang meminta izin pada mama. Voila, tanpa banyak kata, mama langsung mengizinkanku. Alhamdulillah. Entahlah apa yang membuat mama langsung mengizinkanku. Yang kutahu mama hanya ingin melihat anaknya bahagia dengan pilihannya, orang tua hanya bisa mendoakan. Begitu kata mama.

Berbeda rasanya, saat tes online modal nekat dan tes wawancara yang di doakan oleh seluruh anggota keluarga. Bahagia? Pasti. Tes wawancara dengan doa mama. Hingga semua berjalan lancer, hingga aku dinyatakan lolos tes wawancara dan dipanggil untuk mengikuti kegiattan prakondisi. Alhamdulillah.

Aku mengundurkan diri dari tempat kerjaku sebelumnya, secara baik-baik. Alhamdulillah didoakan oleh karyawan. Aku mengundurkan diri dari tempat les, dengan haru biru. Berpamitan satu-persatu dengan anak les, teman semuanya. Alhamdulillah aku dikelilingi orang-orang baik. Namu, jangan dikira semuanya berjalan mulus. Banyak pro dan kontra tentang keputusanku ini. Bahkan mama sempat ragu, tapi lagi Dan lagi Allah Maha baik. Semuanya dapat menjadi lancer.


Aku pun siap berangkat ke Bandung untuk mengikuti prakondisi.