Kamis, 20 November 2014

Cerita 6 : Bertemu teman satu penempatan

“SK penempatan bisa berubah, dan akan selalu berubah, bahkan ketika sampai tempat penempatan.” Begitu yang senior katakan sebelum pulang ke Jawa. Selama penempatan belum fix aku selalu berdoa.

 “Ya Allah, semoga aku ditempatkan di tempat yang ada air, ada listrik, ada sinyal, dan ada teman”

Satu minggu, setelah pembacaan SK saat pembukaan, penempatan selalu berubah. Dan tempat penempatan aku dan teman-teman  pun ikut berubah. Awalnya saat dibacakan SK aku ditempatkan di SMP 12 Takari bersama seorang laki-laki anak UNJ. Kemudian aku dipindahkan ke SMA N 1 Amfoang Barat Daya, seorang diri. Aku mulai panic. Seorang diri di tempat orang. Lalu aku pindah lagi ke SMA N 1 Amfoang Barat Laut bersama seorang laki-laki anak UPI juga, Taufik. Pacar temanku di Cirebon. Ah, laki atau perempuan paling tidak ada temannya. Agak sedikit takut menghadapi penempatan nanti bagaimana, tapi yang lebih takut adalah Mama dan yayu. Saat aku beritahu mereka ditempatkan dengan laki-laki mereka langsung heboh. Dari mulai menyuruh aku minta pindah, hubungi kepala dinas dan lain sebagainya. Dan, doa mama terkabul. Di akhir-akhir perubahan SK, aku ditempatkan dengan perempuan, Virgia Yanesya yang biasa dipanngil Nesya. Dia anak sejarah UNJ. Taufik dipindahkan ke  Pulau Semau. Mama bahagia dan aku tenang.

Kami lalu bertemu di serambi LPMP, untuk ngobrol tentang barang bawaan. Dari percakapan aku tahu kalau Nesya non muslim. Well yeah aku harus siap untuk sholat puasa nanti seorang diri. Dia orang Jakarta, mama manado dan papanya Kediri.

Kali pertama bertemu Nesya aku bisa simpulkan dia cerewet. Sama sepertiku, nampaknya kita akan cocok.Dia lebih ribet dariku, terlihat dari barang bawaannya yang sangat banyak.  Kami berbelanja bersama untuk kehidupan nanti di Amfoang.
Lalu aku berdoa lagi.

“Ya Allah, semoga dalam satu tahun perjalan ini aku akan baik-baik saja dengan Nesya.”

Maklum saja, ini adalah kali pertama aku hidup dengan seseorang yang bukan keluarga atau kerabat dekat. Kali pertama aku hidup dengan orang yang baru aku kenal sehari tanpa tahu latar belakang dan kehidupannya.


Ini semua kali pertama bagiku...

Cerita 5 : Hari-hari di Kota Kupang

Kami fikir, setelah datang di Kupang, kami akan langsung di bawa ke tempat penempatan. Tapi ternyata tidak demikian. Kami menunggu kawan-kawan dari UNJ kloter kedua. Kabarnya mereka akan datang tanggal 3 September. Untuk mengisi hari aku dan teman-teman dari UPI pesiar-pesiar keliling kota Kupang.

Tujuan pertama adalah Mall. Serasa anak kota yang jauh dari peradaban, kami semua Nampak bahagia melihat di Kota Kupang ada Hypermart dan Ramayana. Sedikit norak sih, entahlah ngapain juga jauh-jauh sampai nyebrang laut kalau yang dicari hanya mall. Iya itu hanya awal-awal. Hanya mencari barang-barang keperluan kami untuk di penempatan. Dari LPMP hanya cukup satu kali naik otto (angkot)  lampu 7, kita su sampai. Pertama kali naik otto disini agak kaget. Ottonya heboh dari segi penampilan dan suara. Bagaimana tidak, disekeliling tempat duduk penumpang ada speaker. Banyak yang bilang seperti diskotik berjalan. Dan memang benar, untuk memberhentikan saja kita harus teriak atau bahkan tepuk tangan. Tapi otto disini hemat, jauh dekat cukup bayar Rp.2000. Terus jangan harap malam-malam dapat otto. Otto disini hanya beriperasi sampai jam 8 malam. Pernah, aku dan teman-teman keluar Ramayana jam 7 malam, dan tidak ada otto yang lewat. Akhirnya kami jalan kaki dari Ramayana sampai Naikotten LPMP, tapi untungnya belum setengah jalan ada otto (yang supirnya baru belajar) lewat. Hampir otto kami nabrak pengendara sepeda motor. Untungnya masih selamat. Pengalaman.

Hari-hari selanjutnya kami berjalan-jalan ke Pantai Lasiana dan Tedys. Atau terkadang iseng jalan-jalan ke pasar naikoten dekat LPMP, dan bertemu mas-mas Jawa yang sama-sama perantau. 

Kebanyakan dari mereka akan bertanya
“Dari Jawa ya? Tugas apa? Hah apa Amfoang? Fatuleu? Amarasi? Itu jauh sekali dari sini.”

Hmm, entahlah tempat tugas dimana. Entahlah tempatnya sejauh apa. Entahlah nanti bagaimana. Yang penting selagi masih di Kota Kupang Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur, mari memuaskan diri.
Tedys
lasiana

Cerita 4 : Welcoming Party

Sampai LPMP, kami disambut oleh kakak senior angkatan 3. Terlihat binar wajah mereka (yang ingin pulang).  Kami diberi sedikit pengarahan, dan dibagi kamar asrama. Mereka menginstruksikan kami untuk istirahat, agar malam nanti saat pembukaan dapat lebih fresh.

Malam hari diadakan penyambutan SM-3T angkatan 4 dan pelepasan SM-3T angkatan 3. Ternyata penempatan SM-3T di Kupang tidak hanya dari LPTK UPI saja, melainkan dari UNJ juga. Kami berkumpul di balai pertemuan. Acara ini dihadiri oleh Bupati Kab. Kupang, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah Daerah Penempatan, dll.

Acara dibuka dengan tarian-tarian tradisional Kupang yang dibawakan oleh kakak-kakak SM-3T angkatan 3. Lalu sambutan-sambutan dari Bupati, Kepala Dinas, LPTK, dan Koordinator SM-3T. Kemudian, tiba-tiba suasana menjadi mendebarkan, karena adanya p[embacaan SK penempatan tugas SM-3T Angkatan 4. Kepala Dinas Pendidikan Kab. Kupang Bpk. Titus Anin memperkenalkan Kepala Sekolah daerah penempatan, SK pun dibacakan. Riuh sorai pembacaan SK. Kepala Sekolah girang, kami bingung.

Kab. Kupang terdiri dari beberapa kecamatan diantaranya Takari, Fatuleu, Fatuleu Barat, Amarasi, Amarasi Timur, Pulau Semau, Amfoang Selatan, Amfoang Tengah, Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut, Amfoang Utara, dan yang terjauh Amfoang Timur. Kami dengan seksama mendengarkan pembacaan SK tersebut. Lalu terdengar

“Rizky Purnama, SMP 12 Takari”


Aku mendapat di Takari. Takari itu bagaimana? Dimana? Aku juga tidak tahu. Teman-teman yang lain pun tidak tahu dengan keadaan daerah penempatan. Kami buta kupang. Kami tidak tahu apa-apa, yang kami tahu kami akan ditugaskan selama setahun di daerah 3T. Sudah siapkah?

Cerita 3 : Terbang ke bagian timur Indonesia

Tanggal 26 Agustus 2014, selepas prakondisi teman-teman yang rumahnya di Bandung dan sekitarnya bisa pulang kerumah, sedangkan yang jauh tinggal di dormitory UPI. Aku adalah salah satu yang tinggal di UPI. Lelah selepas prakondisi, esok hari kami harus packing untuk terbang ke penempatan. Barang-barang yang aku bawa aku sortir kembali dan aku kembalikan kerumah. Alhasil aku membawa koper, travelbag dan ransel.

wajah gosong pasca prakondisi
Malam hari kami berkumpul di UC untuk pemberangkatan. Pemberangkatan dibagi mejadi dua, pemberangkatan ke Aceh dan Kupang, pemberangkatan ke Anambas ditunda karena ombak yang sedang tidak baik. Kami berangkat ke Jakarta menuju Bandara Soekarno Hatta. Jam 12 malam selepas berdoa kami berangkat, dan jam 2 pagi kami sampai di Bandara.

oh why MR?
Kami menunggu di Bandara. Pesawat ke Kupang jam 08.44 dan ke Aceh jam 06.00. Di bandara kami berpisah. Kami check in. Barang-barang masuk ke bagasi, banyak yang overpacking, termasuk aku. Aku kelebihan 7kg, yang lain banyak yang melebihi aku. Aku yang kali pertama akan naik pesawat excited, tapi ga norak-norak banget, Alhamdulillah. Setelah lama menunggu, Akhirnya jreng…jreng…jreng, Kami naik pesawat Lion Air tujuan Jakarta-Kupang. Hmm, begini toh dalamnya pesawat, benakku.


Pesawat lepas landas, terbang tinggi di atas awan. Hey mama, anakmu naik pesawat. Rasanya ingin berteriak, target 2014-ku tercapai sudah, Alhamdulillah. Karena kelelahan pasca prakondisi, sepanjang perjalanan aku hanya tidur. Payah memang. Tapi menurutku, pesawat sama dengan kereta, yang berbeda adalah naik pesawat membuat telinga sakit. Empat jam penerbangan, akhirnya kami sampai di Bandara El Tari Kupang. Wooo, akhirnya aku menjejakkan kaki di bagian lain Indonesia. Bahagia rasanya, langsung aku kabari mama. 

Sampai Kupang…
Dari beberapa buku yang aku pernah baca, Kupang adalah daerah panas nan gersang. Hujan turun setahun sekali. Dan sumber air sodekaaaaat.  kesan pertama ketika turun pesawat adalah, Fanaaaash. Kupang ternyata panas sekali, sama seperti tempat tinggalku, Cirebon. Tapi bedanya, panas Kupang menyengat di kulit, saat aku tengok ke atas, pantas saja panas, tidak ada awan disana yang ada hanya langit biru saja.


Bandara El Tari Kupang sangat berbeda dengan Soetta. Kecil, dan yaaaah begitulah. Di bandara, sudah ada Kakak Senior SM-3T angkatan 3. Kami diangkut dengan DAMRI, menuju LPMP, asrama tempat kami menginap. Sepanjang perjalanan, aku melihat sekeliling kota Kupang. Sepi sekali, padahal ini ibukota provinsi NTT. Sekelilingnya panas dan gersang, Pohon-pohon banyak yang kering. Infrastruktur sudah cukup baik. Yang menarik adalah angkot nya yang heboh sekali. Maksudnya, hiasan di angkotnya itu ramai sekali.


Yah… inilah Kupang. Kota penempatan aku selama setahun. Syukur kepada Allah, akhirnya aku dapat menginjakkan kaki ke bagian lain Indonesia, aku dapat melihat dunia luar.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Cerita 2 : Prakondisi

Sesuai jadwal, aku di haruskan untuk check in prakondisi tanggal 13 Agustus 2014. Sangat berat rasanya meninggalkan kampung halaman, keluarga, teman-teman dan semuanya. Sebelum hari keberangkatan, aku resign dari kantor. Aku berpamitan pada keluarga besar, anak-anak les. Teman-teman semuanya. Isak tangis mengiringi keberangkatanku ke Bandung lalu ke tempat tugas. Dengan koper dan tas besar aku menuju Bandung. Aku berangkat bersama Maston gteman sekampusku. Hanya kami berdua yang mengikuti program sm3t.

Sampai di Bandung, aku bertemu Dea, orang yang pertama aku kenal ketika Tes online. Aku juga satu kamar dormitory dengan Anggun dan Teh Kiky. Mereka berdua jurusan Pendidikan Teknik Elektro UPI. Dan Alhamdulillah mereka sangat baik kepadaku, seperti sudah lama aku mengenal mereka.

Prakondisi terbagi menjadi dua bagian, prakondisi indoor dan outdoor. Prakondisi indoor dilaksanakan di Kampus UPI setiabudi. Prakondisi indoor  bisa dibilang prakondisi materi. Banyak materi-materi yang diberikan seperti materi kependidikan, manajemen sekolah dan kurikulum 2013. Dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore kami berada di University Center UPI untuk menerima materi. Tapi kegiatan sebenarnya berlangsung mulai jam 4 Pagi.
Karena…
Persoalan kamar mandi. Aku tinggal di kamar 2.16 di Isola Dormitory UPI. 1 kamar terdiri dari 3 orang. Kamar mandi berada di luar, diantara kamar 2.16 dan 2.17. Jadi, 1 kamar mandi digunakan untuk 6 orang yang sama-sama akan melakukan kegiatan pagi yaitu senam pagi. Senam dilakukan dari jam5-6. Lalu jam 7 kita mulai materi di UC lantai 4. Akhirnya kami (aku, Anggun dan The Kiki) membuat kesepakatan dengan kamar sebelah untuk berbagi kamar mandi, jadi kami mandi ada yang sebelum senam atau sesudah senam. Buru-buru? Pasti. Saat prakondisi tidak ada yang tidak terburu-buru.

Senam. Sejak awal prakondisi, kami sudah harus bangun jam 5 pagi untuk melakukan senam yang dilatih oleh tim dari ARHANUDRI. Iya mereka tentara. Awal prakondisi, dengan badan yang lelah dan cuaca Bandung yang mendukung untuk menarik selimut, para tentara langsung meniup pluit nyaring untuk membangunkan kami. Rasanya, ya campur aduk antara ngantuk, dingin, dan belum mandi lalu disuruh berolahraga.

Prakondisi indoor tidak terlalu melelahkan kecuali saat kami akan melakukan peer teaching. Sehari sebelum peer teaching kami diberikan pelatihan menyusun RPP baru dengan kurikulum 2013. Hingga malam hari kami mengerjakan RPP. Aku, Dea, Teh Kiki dan Anggun bahkan bergantian tidur. Jika ada yang ketiduran, yang lain langsung membangunkan. Aku dan Anggun sampai bolos senam. Lalu peer teaching apa kabar? Wallahualam. Dengan berbekal RPP seadanya aku peer teaching. Dan komentar professor tentang cara mengajarku : “ini belum kurikulum 2013, ini masih ekspositori”

7 hari melaksanakan prakondisi indoor, kami lalu melaksanakan prakondisi outdoor. Prakondisi outdoor dilaksanakan di CIC Parongpong Bandung. Semua barang-barang yang diberikan UPI harus dibawa saat prakondisi. Dari mulai jas hujan, sepatu boot, sepatu keds dan masih banyak lagi. Untuk prakondisi kami membawa tas-tas besar,. Bahkan ada yang membawa kardus sepatu,  tas besar sebanyak dua buah, tapi untung tidak ada yang membawa koper.

Prakondisi outdoor kami dilatih oleh tim dari ARHANUDRI, mereka tentara yang maunya dipanggil hulubalang. Hulubalang banyak terdiri dari tentara muda yang (katanya) ganteng. Saat prakondisi outdoor kita tidak diperkenankan membawa handphone, uang, makanan, dan juga jam tangan. Sampai CIC pelatihan fisik dan mental dimulai…


Sampai di CIC, kami dibagi pleton dan tenda. Tenda perempuan (yang dipanggil cantrik) berada di paling atas, dan tenda laki-laki (yang dipanggil cakil berada di bawah). Hari pertama kami mulai dibiasakan dengan suara peluit dan teriakan para hulubalang. Semua harus serba cepat dan tepat. Bahkan makan, kami pun di waktu dan harus habis. Setiap kelompok tidak boleh menisakan makanan sedikitpun. Aku ada di kelompok 6. Jadi kalau di kelompok kami ada yang tidak menghabiskan makanan, anggota kelompok lain wajib menghabiskan makanan tersebut.



Push up, sit up, lompat jongkok dan latihan fisik lainnya sudah jadi makanan sehari-hari kami. Sebelum makan kami harus push up. Setelah makan terburu-buru, kami harus berdiri jongkok. Untuk bersiul (buang air kecil) dan bernyayi (buang air besar) kami juga diwaktu. Seperti dikejar waktu kami harus berlari. Di prakondisi outdoor kami mendapatkan materi kepramukaan, uks p3k, beladiri militer, baris-berbaris, survival, ketahan malangan dan masih banyak lagi.

Kami dipaksa untuk hidup teratur. Hari kedua prakondisi, hulubalang menginstruksikan kita untuk mencuci baju dan sepatu olahraga. Mau tidak mau, malam hari selepas kegiatan, kami ramai-ramai mencuci pakaian dan mencuci sepatu. Dingin? Sangat. Jam 10 malam kami mencuci dan membuat jemuran darurat.. Selesai mencuci jam 12 malam, kami tidur dan harus bangun jam 4 pagi untuk kegiatan esok hari.

Hari ketiga prakondisi kami dibangunkan oleh ledakan bom yang sungguh dahsyat. Jam 12 malam, 5 buah bom meledak, yang terpaksa membangunkan kami yang kalang kabut mendengar suaranya. Kaget, ada yang salah memakai sepatu, ada yang tidak menggunakan topi dan nametag. Semuanya banyak yang tidak memakai atribut lengkap. Panggilan bom ini merupakan panggilan untuk fisik. Tengah malam kami disuruh push up, dan tindakan fisik lainnya. Tapi ternyata bom itu memang benar adanya, para hlubalang merakit bom itu untuk memberikan latihan pada kami.




Hari keempat juga kami dibangunkan dengan suara bom. Tapi tidak sedahsyat yang kemarin. Sebelum melaksanakan sholat subuh, kami latihan fisik terlebih dahulu. Malam harinya kami melaksanakan jurit malam yang merupakan salah satu latihan ketahanmalangan. Tengah malam kami menyusuri hutan tanpa membawa senter. Merinding, takut, ah semuanya. Semua kegiatan ini sangat melelahkan. Tapi di akhir prakondisi, hulubalang melayani kita. Hulubalang menjadi manis. Dan ini akan selalu diingat.

Malam hari sebelum pulang, ada acara panggung hiburan. Kami semua bersuka cita di acara tersebut. Lepas itu, lanjut acara caraka malam. Acara menjadi sedikit berbeda. Kami menangis, sadar bahwa ini prakondisi terakhir, lusa kami akan berangkat ke medan perang penempatan tugas. Ada yang terbang ke Kupang, ada yang ke Aceh, ada juga yang ke Anambas. Tapi kami tetap satu, SM-3T UPI.

Hari kepulangan kami di UPI. Kami berfoto dengan hulubalang. Karena kami tidak diperkenankan membawa handphone dan kamera digital, jadilah handphone para hulubalang menjadi korban kenarsisan kami. Kami pulang dengan berjalan kaki dari CIC-Parongpong ke UPI-setiabudi. Selama 4 jam kami jalan kaki, akhirnya sampai di UPI. Dan kami mempersiapkan keberangkatan esok hari…


Selasa, 02 September 2014

Cerita 1 : Prolog

Pertengahan 2013
Saat sedang mengerjakan skripsi , aku bertemu teman SMA ku yang berkuliah d Universitas Negeri di Jakarta. Aku bilang aku ingin mengikuti Indonesia Mengajar. Lalu temanku bilang, ada program yang hampir mirip dengan IM. Namanya SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal). Aku tertarik, sangat. Aku kemudian mencari info tentang SM3T. Sayangnya aku belum lulus, dan mungkin harus bersabar untuk angkatan berikutnya.

Awal 2014
Aku wisuda. Sarjana Pendidikan (S. Pd.) sekarang sudah resmi bertengger di belakang namaku. Senang? Pasti. Paling tidak aku membuat mama tersenyum, karena akhirnya aku lulus. Pasca wisuda aku (baru) memikirkan, ingin jadi apa aku kelak. Aku memang tidak mengetahui passionku sejak awal. Aku melamar ke beberapa perusahaan dalam dan luar kota. Aku ingin jadi pekerja kantoran. Aku juga melamar ke berbagai sekolah, sesuai dengan latar pendidikanku.

Selang beberapa bulan, aku diterima di salah satu instansi pendidikan tinggi di kotaku. Sempat dipanggil beberapa kali di perusahaan luar kota, mama tidak merestuiku. Demi mendapat ridho mama aku pun bekerja di instansi tersebut, bukan mengajar. Ironisnya, tidak ada sekolah yang memanggilku untuk menjadi guru.  

Pekerjaanku rutin setiap hari Senin sampai Jum’at jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Aku bekerja sebagai staff, staff Public Relation. Terdengar keren ya? Aku pun awalnya melamar karena fikirku keren. hehe.  Aku resmi menjadi pekerja kantoran. Dengan pakaian rapi dan sepatu heels yang mengkilap.

Selepas kerja, demi mengamalkan ilmuku aku mengajar privat. Biasanya aku sampai rumah jam 8 malam. Lelah, pasti. Tapi kufikir, mengajar adalah suatu hiburan bagiku. Setiap pagi aku hanya melihat layar computer, berkeliling ke perusahaan-perusahaan atau hanya berdiam diri. Sangat menjemukan.

Pernah suatu saat, ketika sudah tidak ada les dalam beberapa hari, karena anak-anak yang telah semesteran, aku dilanda kejenuhan. Aku bosan sangat bosan. Kalau orang normal, harusnya senang pulang kantor jam 4 langsung sudah sampai, namun aku tidak. Bosan rasanya dengan rutinitasku.

Juni 2014
Program sm3t dibuka. Aku sangat ingin mengikutinya, tapi kufikir pasti tidak diizinkan. Lagipula, bukankah aku sudah memiliki pekerjaan? Tapi aku selalu berfikir, untuk apa bekerja yang tidak sesuai hati. Akhirnya aku mendaftar program sm3t. Aku ingat, aku melengkapi berkas pendaftaran 3 jam sebelum penutupan. Soal izin, urusan nomor sekian, yang penting daftar saja dulu.

Selang beberapa waktu pengumuman seleksi administrasi, dan ternyata aku lolos seleksi administrasi. Aku harus dijadwalkan mengikuti tes online tgl 2 Juli di UPI Bandung. Dengan modal nekat aku mengikuti tes online di Bandung. Dengan bantuan seorang teman yang baru ku kenal aku menuju tempat tes. Aku tak ingin seorang pun tau, aku mengikuti sm3t.

Sebenarnya aku pesimis pada tes online. Aku merasa tidak maksimal dalam menjawab soal-soalnya. Tapi yasudahlah, paling tidak aku telah berusaha. Lagipula, kalopun tidak lolos, bukan suatu masalah besar juga. Masalah adalah jika aku lolos, akan membingungkan untuk mengambil keputusan.
Rencana Allah, aku lulus tes online, dan diharuskan untuk ke Bandung lagi untuk tes wawancara dengan membawa berbagai berbagai kelengkapan berkas. Salah satunya surat keterangan izin oprang tua bermaterai.  Aku bingung, haruskah aku memalsukan. Tapi itu tak mungkin. Akhirnya aku memberanikan diri meminta izin pada kakak perempuanku, dan kakak perempuanku yang meminta izin pada mama. Voila, tanpa banyak kata, mama langsung mengizinkanku. Alhamdulillah. Entahlah apa yang membuat mama langsung mengizinkanku. Yang kutahu mama hanya ingin melihat anaknya bahagia dengan pilihannya, orang tua hanya bisa mendoakan. Begitu kata mama.

Berbeda rasanya, saat tes online modal nekat dan tes wawancara yang di doakan oleh seluruh anggota keluarga. Bahagia? Pasti. Tes wawancara dengan doa mama. Hingga semua berjalan lancer, hingga aku dinyatakan lolos tes wawancara dan dipanggil untuk mengikuti kegiattan prakondisi. Alhamdulillah.

Aku mengundurkan diri dari tempat kerjaku sebelumnya, secara baik-baik. Alhamdulillah didoakan oleh karyawan. Aku mengundurkan diri dari tempat les, dengan haru biru. Berpamitan satu-persatu dengan anak les, teman semuanya. Alhamdulillah aku dikelilingi orang-orang baik. Namu, jangan dikira semuanya berjalan mulus. Banyak pro dan kontra tentang keputusanku ini. Bahkan mama sempat ragu, tapi lagi Dan lagi Allah Maha baik. Semuanya dapat menjadi lancer.


Aku pun siap berangkat ke Bandung untuk mengikuti prakondisi.


Sabtu, 02 Agustus 2014

Photoshoot - Happy Peach

dunno why, i just fallin in love with this pict









dibuang sayang





love this pict so much!

Model : Kiky, Evi, Icha
Place : Pelabuhan Cirebon
Edited by me

Selasa, 15 Juli 2014

People Change, Life change

Aku gak mau jadi guru. Buat mereka yang sudah lama mengenalku mungkin tau, aku mau jadi ahli gizi, bukan jadi guru. Mereka juga tahu, aku kuliah di keguruan karena permintaan orang tua, papa terutama. Itu aku dulu, sebelum menikmati peran menjadi seorang guru.

Selama hampir tiga tahun setengah kuliah di keguruan, gak ada fikiran di benakku mau jadi guru. Pokonya aku mau kerja kantoran. Apapun itu. Bagiku, jadi guru itu membosankan. Ketemu anak yang menjengkelkan tiap hari, ngajarin anak-anak berulang-ulang sampai bikin program, gajinya pun kecil.

Tapi itu berubah. Semester akhir kuliah akhirnya aku melamar untuk menjadi tutor di salah satu bimbel di kota Cirebon. Tanpa pikir bakal diterima, ternyata aku dipanggil untuk tes tulis dan interview. Ada dua orang yang di tes saat itu. Aku pun pesimis, karena beberapa soal gak dijawab, dan orang yang ikut tes bareng aku selesai lebih dulu, disaat aku masih ngitung. Beberapa minggu kemudian, aku dipanggil lagi untuk microteaching dan akhirnya ditetapkan lolos sebagai salah satu pengajar di bimbel tersebut. Alhamdulillah.

Kelas pertama yang aku ajar adalah kelas 8 SMP. Awkward awalnya, tapi semua berlangsung menyenangkan. Mereka (anak-anak) semuanya aktif, dan aku nggak berusaha jadi guru mereka, melainkan berusaha jadi teman mereka. Kemudian aku dapet bagian ngajar anak-anak lainnya. Sistem bimbel gue itu bisa privat bisa kelompok. Tapi kebanyakan privat yang mengharuskan aku dateng ke tempat si anak.

Nyari alamat anak yang sebelumnya nggak aku tahu itu lumayan susah. Kadang sampe setengah jam sendiri muter-muter nyari alamat. Tapi kesel nyari alamat itu sirna ketika negliat anak les semangat mau belajar. Awalnya pasti canggung. Sama kaya baru pertama kenalan sama orang. Bingung apa yang mau di omongin. Tapi makin kesini, mereka udah kaya temen bagiku, mereka curhat, dan kadang sebaliknya. Aku seneng, karena artinya mereka percaya sama aku. Aku kaya punya keluarga baru.

Awalnya aku nggak mau kalau disuruh ngajar anak SMA. Aku takut, anaknya lebih pinter dariku. Tapi kemudian si mbak yang punya les ngebujuk dan terus nyemangatin. Alhasil, aku terima tawaran itu. Pokonya, sebelum aku berangkat ngeles, aku belajar dulu. Hehe. Aku ngelesin anak SMA yang umurnya nggak jauh beda, eh tetep beda jauh sih. Dan mereka, sungguh menyenangkan. Mereka bercerita apa saja, mengerjakan soal matematika diiringi tawa ringan khas anak-anak sekolah. Ah, menyenangkan sekali. Jam belajar itu satu jam setengah, namun kadang dihabiskan dengan satu jam ngobrol dan setengah jam belajar. Aku berprinsip, paling tidak ada beberapa materi yang mereka pahami. Aku nggak mau les justru makin membebani mereka.

Dari sinilah aku berfikir, ternyata menjadi guru tak membosankan seperti yang pernah aku bayangkan sebelumnya. Cukup menyenangkan. Sangat, bahkan. Aku ingin menjadi guru. Aku ingin menjadi guru.

Tapi, ternyata takdir bekata lain. Selepas wisuda, Aku harus bekerja kantoran yang hidupnya monoton. Office hour dihabiskan dengan duduk di depan layar komputer, atau kadang sekali pergi kunjungan ke beberapa perusahaan. Menjemukan dan menjenuhkan. Tapi bukankah ini yang dulu aku mau, bekerja kantoran. Tuhan hanya mengabulkan apa yang aku inginkan. Balik kerja demi menghibur diri, aku masih mengajar les anak-anak bimbel. Capek? Banget. Kadang jam 8 malem gue baru sampe rumah. Tapi itu semua menyenangkan, justru menjadi hiburan. Kejenuhan kantor hilang ketika mereka berceloteh tentang sekolahnya. Atau kita bersama-sama meneyelesaikan soal matematika. Disini aku baru sadar, Teaching is my passion.

Tapi, masih terbesit diotak ku untuk menjadi seorang guru. Bukan sekedar guru les, tapi guru di sekolah. Bertemu dengan murid-murid setiap hari. Berbagi ilmu. Ah aku ingin menjadi guru.

Lalu, aku akan terus berusaha untuk menjadi guru. Aku pun berdoa pada Tuhan, agar aku bisa menjadi guru. Aku percaya, Jika ini bukan saatnya pasti nanti ada masanya untukku dapat menjadi seorang guru. Mungkin Tuhan ingin aku mempersiapkan diri menjadi seorang guru. Mungkin aku belum siap. Dan diantara banyaknya kemungkinan-kemungkinan yang berkecamuk dalam otakku, aku terus berdoa pada-Nya. Karena Tuhan dekat, dan menunggumu untuk berdoa pada-Nya. Aku percaya itu.

(c) Rizky Purnama
16 Juli 2014

Rabu, 18 Juni 2014

Hujan

Aku selalu suka saat hujan datang. Bagiku hujan membawa ketentraman, kebahagiaan. Paling tidak, hujan dapat membuat panas dahaga kembali sejuk. Aku tak pernah bisa bayangkan jika tak ada hujan. Mungkin, banyak orang akan marah-marah karena kepanasan. Tapi justru aku bingung dengan manusia. Jika panas minta hujan namun jika hujan mereka justru marah-marah. Bagiku hujan adalah surga kecil di bumi. Kamu bisa berlari-lari di bawah tetesan air, gratis. tak perlu bingung membayar, layaknya di kolam renang. Kebanyakan orang bilang dengan hujan kamu bisa menangis sekencangnya tanpa ada yang tahu. Tapi seharusnya hujan membuatmu bahagia,bahagia hidup di bumi. Kamu tahu banyak menunggu saat hujan untuk berbahagia. Buktinya ada sholat minta hujan atau bahkan ada tarian pemanggil hujan. Pernahkah kamu mendengar ada tarian pemanggil panas? Aku belum pernah. Karena hujan identik dengan rizki. Soal banjir, itu bukan salah hujan. Bukankan di berbagai mata pelajaran sudah dijelaskan bahwa banjir merupakan bencana alam yang di sebabkan oleh tangan-tangan manusia? Jadi jangan menyalahkan hujan. Hujan itu penuh rahmat. Katanya ketika hujan banyak malaikat turun ke bumi. Karenanya, berdoalah ketika hujan. Berdoa sebanyak-banyaknya pada-Nya. Yang Maha segalanya.

Aku sempat ingin kamu seperti hujan. Datang membawa kebahagiaan, tapi aku tahu hujan bersifat sementara tak permanen. Dia datang ketika musimnya. Aku tak ingin kamu seperti itu. Aku ingin bahagiamu permanen. Tak sementara.

Aku rindu menunggu hujan denganmu, Ketika doa dan harapan kita panjatkan bersama, ketika kita saling bertatap dengan hujan. Ketika kamu melindungiku dari hujan yang perlahan jatuh ke rambutku. Ketika itu, ketika aku dan kamu masih menjadi kita.

(c) Rizky Purnama
Cirebon, 19 Juli 2014


Senin, 16 Juni 2014

#1

Hai, Hallo kamu apa kabar? Sudah hampir setahun kita tak saling sapa, bercakap, apalagi bertemu. Kamu, masih seperti saat itu kah? Atau mungkin sudah banyak berubah? mmm, sepertinya sudah banyak yang berubah ya? Ah tanpa bertemu atau bercakap pun sudah dapat kuprediksikan. 
Kamu, apakah masih sering membaca hingga larut malam? Mengerjakan tugas hingga pagi menjelang? Iya itu kamu, kamu yang suka menunda pekerjaan membuat semuanya dikerjakan terburu-buru. Kamu bilang dikejar deadline, padahal kamu yang mengejarnya. Aku saat itu hanya bisa menyemangatimu lewat pesan singkat, atau membawakan Americano coffee ke kostanmu. Kamu sangat suka kopi, kan? Dan kamu hanya tersenyum, kemudian memelukku sambil mengucapkan terimakasih. Aku senang, paling tidak aku bisa membuatmu tersenyum ketika tugas-tugas itu seakan membunuhmu, 
Kamu ingat dulu kita sering ke toko buku untuk membaca bersama. Aku pergi ke rak novel, dan kamu pergi ke rak sains. Bacaan kita berbeda, namun kita selalu memiliki pembicaraan yang menyenangkan untuk dibahas, berdua. Sesekali aku pindah ke rak buku memasak. Kamu menunjuk beberapa resep masakan. Aku paham maksudmu. Kamu pun membelikanku satu buku resep untuk kucoba. Dan kamu, selalu memakan apa yang aku masak. Selalu enak katamu. Padahal aku tahu, jelas-jelas rasanya kurang ini kurang itu, tapi kamu selalu ingin membuatku senang. Katamu, biar aku tak pantang menyerah untuk memasak. Dan aku bilang, kamu adalah suporter utamaku, 
Oh ya, minggu kemarin kamu ulang tahun ya? Aku ucapkan selamat. Maaf aku mengucapkannya disini.Aku terlalu takut untuk mengucapkan langsung padamu, bahkan untuk sekedar lewat pesan singkat. Ah, tahun kemarin kita masih merayakan ulang tahunmu bersama ya. Saat itu kamu sedang penat dengan tugas akhirmu. Kamu juga lupa kalau hari itu dalah hari ulang tahunmu. Lalu aku memberikan surprise kecil. Buku resep cucakes yang kamu belikan bulan kemaren aku praktekan. Dan hasilnya, taraaa cupcakes ulangtahun, untuk kamu. Walaupun bentuknya nggak karuan, tapi cupcakes itu mampu membuat kamu tersenyum seharian. Pagi-pagi, dengan membawa cupcakes kreasiku aku datang ke kostan mu. Kamu yang masih terkantuk-kantuk membukakan pintu. Kamu kaget melihat aku membawa cupcakes lengkap dengan angka 23, dan bertanya "Emang sekarang tanggal berapa?". Kamu, selalu lupa tanggal. Pagi itu kamu memejamkan mata, membuat permohonan pada Tuhan lalu meniup lilin. Kamu bilang permohonan rahasia. Hanya kamu dan Tuhan yang tahu. Padahal aku sangat ingin tahu apa yang kamu panjatkan pada-Nya.  
Hidup ini lucu ya. Kamu menjadi pendamping wisudaku, tapi aku bukan pendamping wisudamu. Kamu bilang setelah kelulusanku, aku akan menjadi pendamping wisudamu. Tapi ternyata jarak membinasakannya. Padahal aku sudah membayangkan kita akan foto dengan toga bersama. Kufikir dengan aku lulus duluan akan membuatmu semangat. Iya kamu semangat mengerjakan tugas akhirmu dan juga semangat mencari yang lain. Yang tidak jauh denganmu. Yang jaraknya dekat. Ah, sudahlah. Kamu, memang tidak bisa jauh dari perempuanmu. Dan perempuan yang menjadi pendamping wisudamu, ah sudah lupakan. Aku tak ingin meluapkannya lagi disini. 
Kamu, sekarang baik-baik ya. Semoga mendapatkan pekerjaan yang baik seperti yang orang tuamu inginkan. Suatu saat kita akan berjumpa lagi, kan? Iya itu janjimu padaku. Tapi kuharap jika kita bertemu, aku tidak beratap muka dengan perempuan itu.
Aku memandang  teks yang dari tadi kutulis di body email. Tujuan email sudah kutulis. Bahkan subjectnya pun sudah kutulis lengkap. Tinggal klik "send" semuanya selesai. Tapi aku urung mengirimnya. Seperti biasa lagi-lagi aku hanya menyimpannya di folder draft. Sudahlah. Kututup laptopku. Dan ku rebahkan badanku. Ah otakku, sepertinya sudah menjadi kebasaan sebelum tidur merewind masa-masa  itu. Masa bahagia, masa sedih, hingga masa itu. Masa yang tak akan pernah bisa aku lupakan.

Pukul 00.15. Aku mencoba memejamkan mata. Ponselku berbunyi. Satu pesan singkat.Kubuka pesan itu. Nomor yang tak asing lagi. Kubaca isinya
"Hai La, apa kabar?"

Jumat, 30 Mei 2014

selftalk #2

Banyak hal yang membuat aku iri. Tapi ada hal yang membuat aku iri, sangat iri.
Melihat seorang anak perempuan bersama ayahnya.Gelendotan manja. Diusap keningnya. Dan dilindungi. Aku iri pada mereka yang masih bisa melihat ayahnya. Aku iri pada mereka yang pulang kuliah dijemput ayahnya. Aku iri pada mereka yang wisuda didampingi ayahnya. Dan aku iri, amat iri dengan mereka yang menakah di walikan dengan ayahnya. Aku ngin ketika menikah papa ada disampingku. Menyerahkanku pada suamiku dengan rasa gembira. Berjabat tangan dengan calon suamiku saat ijab qabul. Aku ingin hal itu terjadi. Tapi, itu tak bisa terjadi. Tak akan pernah bisa terjadi...

Selasa, 29 April 2014

Merindu

Merindumu bagai deburan ombak di pantai
kadang menyenangkan tapi juga bisa membunuh
Merindumu bagai musim kemarau yang tersiram air hujan
menyegarkan hati
tapi merindumu dapat ibarat banjir
sulit untuk tertampung
Merindumu tak seperti kayu bakar yang dilahap api
tak cepat usai
Merindumu ibarat gunung es
tak terlihat diluar
padahal sangat besar di dalamnya

Tapi yang aku sadari
Merindumu sungguh menyiksaku...
Aku merindu orang yang (mungkin) tak akan merindu padaku (lagi).
Andai kamu tahu...

Rizky Purnama
29 April 2014



Senin, 28 April 2014

Aku, dunia.

Tuhan, Aku rindu bangun di sepertiga malammu
sambil menahan kantuk mengambil wudlu
bersujud kepadamu
berdoa sambil menangis
dan malaikat mngamininya
saat ini mengapa sangat susah
jangankan untuk bangun di sepertiga malammu
bangun pagipun rasanya sangat berat
aku terlampau lelah dngan duniaku
Ampuni aku Tuhan

Tuhan, aku rindu ingin waktu dhuha yang tenang seperti dulu
enam sampai dua belas rakaat tanpa terburu-buru
rasanya damai, berbicara padamu
meminta rizki lebih tepatnya
tapi sekarang dhuhaku tak setenang dulu
aku harus buru-buru mengejar duniaku
hanya empat rakaat
dan doa singkat di dalamnya
Ampuni aku Tuhan

Tuhan, aku rindu berbuka puasa sunnah dengan Ibuku
Aku rindu berdoa bersamanya
aku rindu pertanyaan beliau
"mau minum manis apa"
sekarang tinggallah sepi
berbuka sendiri tanpa ada yg menemani
hanya segelas air putih dan makan sekedarnya
karena tanggung jawab yang belum selesai
duniaku masih menunggu untuk dikejar
Ampuni aku Tuhan
Ampuni Aku...

Ah, kadang dunia terlalu memuakkan.
Sampai aku sering lupa dengan akhirat.

Rizky Purnama
29 April 2014

Kamis, 17 April 2014

Jatuh

Aku pernah terjatuh. Hingga sulit untuk berdiri. Rasanya sendi-sendi di tubuhku meregang. Darahpun keluar perlahan, tetes demi tetes. Sakit, sakit sekali. Aku pun mengobatinya, perlahan. Namun rasa sakit itu selalu saja muncul. Kuberi obat, luka itu hilang. Seperti morphin yang masuk ke tubuh, jika sudah hilang, rasa sakit itu muncul kembali. Aku pun mengobatinya lagi, dan lagi. Paling tidak agar darah tak terus mengalir. Darahpun berhenti. Rasa sakit itu pun perlahan hilang, seiring dengan berjalannya waktu. Hilang, sampai hilang semuanya.
Tapi...
Terjatuh akan meninggalkan bekas yang tak pernah hilang. Selalu ada, bagaimanapun caraku mengobatinya. Bekasnya tak bisa hilang, tak akan pernah hilang.
Aku pernah merasa hal itu. Aku tahu kamu juga pernah merasanya. Dan aku tak ingin kamu melakukannya. Tak ingin...
Rizky Purnama
17 April 2014

Senin, 17 Maret 2014

Life is about choose

Pernah kalian berada diantara dua pilihan yang amat sulit untuk dipilih, dan kalian tidak boleh memilih keduanya?

Saya sedang mengalaminya. Hidup diantara dua pilihan yang saya sulit untuk memlih salah satunya. Saya ingin memilih keduanya. Tapi itu tentu saja tidak bisa. Memutuskan hal ini seperti memutuskan mau kemana arah masa depan saya. Menjalani yang disenangi atau pura-pura senang menjalankannya. Dan saya harus memutuskan segera.

Hidup itu memang tentang pilihan. Baik dan buruknya ada di tangan kita, yang memilih. Penyesalan dan kebahagiaan pun barang tentu akan ada setelahnya. Libatkan Tuhan dalam setiap pilihan-pilihan ini. Libatkan Dia, karena Dia Maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.

Bismillahirrahmanirrahiim, semoga dapat memilih yang terbaik.

Cirebon, 18 Maret 2014

Kamis, 06 Maret 2014

forgetting the past is not easy as they said

Aku ingin membacanya, membaca sekali lagi. Membaca bait-bait kata yang kau tuliskan untuku. Terlalu indah, bahkan hatiku sampai bergetar membacanya. Melihat bagaimana kita, dulu. Paling tidak kata-kata itu menjelaskan bahwa kita bahagia, dulu. Ya dahulu bukan sekarang.

Aku menangis. Hey, aku menangis bukan karenamu. Kamu tahu, aku sudah berjanji untuk tidak menangisimu lagi. Aku hanya menangisi kata-kata itu. Kata-kata yang pernah kau buat untukku. Terlalu manis kata-katamu, hingga membuatku terbang bersamanya. Aku menangisinya, sekarang. Bukan dulu.

Aku bahagia. Ya, aku bahagia membaca ulang kata-katamu. Membacanya seperti me rewind masa-masa itu. Saat aku dan kamu menjadi kita.Paling tidak aku pernah menemukan bahagia bersama kamu, itu saja.

Perlukah aku ucapkan terimakasih? Atau apakah aku perlu mengucapkan maaf? Kurasa tak perlu. Apa yang terjadi sekarang sudah menggambarkan pernyataan terimakasih dan maafku padamu, aku tahu kamu tahu. Aku tahu, sebelum kamu memberitahuku.

Lalu apa?  Yang kutahu masa lalu tak akan pernah kembali, karena masa lalu akan tetap menjadi kenangan yang pasti akan dilewati. Kamu bisa, akupun bisa. Kamu tak hidup dalam masa lalu, akupun berusaha. Kamu sudah menemukan penggantinya, aku pun akan segera menemukannya. Percayalah.

Tapi perlu diingat. Tak semudah itu menghilangkan masa lalu. Aku memang tak hidup dalam masa lalu. Tapi aku perlu membiasakan diri untuk sadar, bahwa masa lalu itu kini sudah tiada.

Rizky Purnama
6 Maret 2014

Selasa, 11 Februari 2014

Rekam Jejak Empat Tahun

Cirebon,16 Januari 2014



Empat Tahun. Masih terekam dalam ingatanku bagaimana tangisanku pecah ketika harus menerima kenyataan aku tak diterima di universitas yang aku inginkan, bukan tidak diterima melainkan tak diizinkan, karena pada kenyataannya aku diterima di salah satu ptn agama di bandung, tapi orangtuaku tak mengizinkan. Kecewa sedih barang tentu menjadi makananku saat itu. Dengan sangat terpaksa dan ogah-ogahan aku pun kuliah di kampus kecilku, jurusan pendidikan matematika. Menjadi seorang guru bukan menjadi keinginanku, melainkan keinginan papa yang aku turuti.

Empat Tahun. Aku ingat bagaimana aku ogah-ogahan mengikuti ospek. Aku benci tiap orang yang bertanya padaku “Ko SMA 1 nyasar kesini”. Aku benci hal itu. Seperti  menjadi orang paling bodoh yang hanya dapat kuliah di kampus kecil tak terpandang. Aku benci orang-orang yang bertanya seolah merendahkanku. Aku malu pada teman-temanku. Sempat aku tak ingin berkunjung ke sekolahku. Namun teman-temanku selalu membesarkan hatiku.

Empat tahun. Aku belajar bahwa hidup adalah tentang menerima dan terus menggerutui nasib tak dapat membuat perubahan. Aku pun mulai menata kehidupanku. Paling tidak, aku tidak ingin mempermalukan orang tuaku, almamaterku dan diriku sendiri. Aku mulai belajar dengan giat. Mendengarkan dosen, mencatat, bermain bersama teman baruku atau sesekali mengikuti organisasi, hanya sekedar ingin tahu.

Empat tahun. Semester tiga perkuliahan, Papa meninggal. Aku larut dalam kesedihan, karena aku belum bisa membahagiakan Papa. Namun Tuhan memang pembuat skenario paling baik untuk Umatnya. Jika dahulu aku diterima di ptn negeri di luar kota, lalu siapa yang akan menemani Mama? Siapa yang akan mengurusi adik-adikku. Siapa yang akan membiayai kuliah dan hidupku di luar kota sana. Paling tidak, jika aku belum bisa membahagiakan Papa, menemani Mama mungkin akan membuat Papa lebih tenang disana.

Empat tahun. Aku belajar menerima kehidupanku. Berusaha untuk menjadi yang terbaik, walau kadang banyak setan berkeliaran di sekelilingku. Walau akhirnya aku tidak menjadi yang terbaik, paling tidak berusaha menjadi yang lebih baik telah aku lakukan. Untuk menambah pengalamanku, aku mulai mengikuti lomba-lomba, walau tidak pernah menang, setidaknya aku telah mencoba. Jika aku bukan mahasiswa berprestasi, aku ingin menjadi mahasiswa dengan banyak pengalaman.

Empat tahun. Aku merasa jika aku tak punya passion di bidang mengajar, sebagai guru. Tapi itu berubah ketika aku mulai mengajar. Rasanya bahagia jika melihat siswa paham apa yang aku ajarkan, melihat binar matanya ketika semangat mengerjakan soal, atau ketika ia menaruh rasa percayanya padaku untuk menceritakan kehidupannya. Aku pun ingin terus mengajar. Berbagi sedikit ilmu yang kupunya. Berbagi tawa juga harapan pada siswa yang kuanggap teman-temanku. Papa benar menjadi guru memiliki kepuasan tersendiri.

Empat tahun. Bukan waktu yang sebentar untuk mengubah sedikit-demi sedikit kehidupanku. Bukan waktu yang singkat untuk menjalani perkuliahan yang tidak kusenangi kemudian bermetamorfosa menjadi candu. Berbagai jatuh dan bangunnya kehidupan. Tawa dan tangis yang telah terurai, sudah tak terhitung jumlahnya.
Empat tahun. Ketika saat itu datang. Ketika hari dimana aku membolak balikan tugas akhirku hingga hafal diluar kepala. Aku diuji di depan penguji yang siap menerkam, kemudian dinyatakan lulus. Ini menjadi salah satu hari paling membahagiakan dalam hidupku. Akhirnya perjalanan empat tahunku menjadi sarjana diakhiri dengan baik.

Empat tahun. Aku memang tidak menjadi mahasiswa terbaik, tidak cumlaude, dan tidak membacakan pesan dan kesan di depan podium. Tapi Empat tahun ini aku belajar. Belajar tentang kehidupan. Skenario kehidupan yang aku rencanakan dulu digubah oleh Tuhan yang lebih baik, lebih manis, dan lebih indah.

Empat tahun. Hari ini aku duduk di ruangan besar, di depan majelis senat bersama ratusan wisudawan-wisudawati yang lainnya. Tali kur toga ku dipindah, artinya aku resmi menjadi sarjana, Sarjana Pendidikan. Aku lihat binar wajah ibuku, senyum bahagia kakakku dan tawa adikku. Aku, sarjana pertama dalam keluargaku. Doa kalian terkabul, Pa Ma.


Selalu, tidak ada yang sia-sia dalam kehidupan ini. Perjalanan empat tahun tak akan berakhir disini. Karena ini bukan sebuah akhir, melainkan sebuah awal yang baru. Awal yang kuyakini nanti akan lebih indah.

Terima kasih Tuhan. Telah memberi skenario empat tahun ini.
Rizky Purnama

Sabtu, 01 Februari 2014

Aku Tak Pernah Lupa

Aku tak pernah lupa bagaimana dia menggendongku penuh kasih. Mendekapku erat, ataupun menggandeng tanganku. Aku selalu ingat bagaimana aku bergelantungan di tangannya yang kekar, mencabuti ubannya yang mulai terlihat banyak, atau menciumi ketiaknya, yang wanginya sangat khas.

Aku tak pernah lupa bagaimana dia begitu perhatian padaku. Menyuapiku ketika aku mulai malas menelan makanan-makanan yang menurutku rasanya aneh. Menawari untuk mengantarku ketika aku bingung harus naik apa, atau bahkan menyiapkan semua vitamin yang harus aku minum, ya karena saat itu aku terlalu lemah dan penyakitan. Dia tak ingin aku sakit. Tak pernah ingin.

Aku tak pernah lupa bagaiman cara dia menghiburku. Berbagai lelucon selalu keluar dari mulutnya. Mimik mukanya ketika tertawa. Anggota tubuhnya yang seakan ikut melucu sampai membuat perutku terkoyak. Karena harus menahan tawa. Dan aku selalu terhibur.

Aku ingat bagaimana dia selalu berusaha untukku. Dia selalu memenuhi kebutuhanku, bahkan saat dia tak bisa memenuhinya. Dia selalu berusaha. Katanya agar aku senang. Katanya dia tak pernah rela jika aku sedih. Apalagi hanya karena hal-hal sepele. Dia sampai rela meminta tolong pada orang lain, untuk membantunya memenuhi keinginannku. Ah, aku sangat tak tahu diri.

Aku tak pernah bisa lupa bagaimana cara dia memarahiku. Saat aku pulang tak pada waktunya. Saat aku tidak mengerjakan apa yang dia minta dengan  sempurna atau saat aku menunda ibadahku. Yang saat itu aku selalu menganggap dia cerewet. Dan saat ini aku hanya tau, dia begitu sayang padaku, teramat sayang.

Aku pun tak pernah bisa lupa, tak akan bisa lupa. Ketika stroke seakan menghilangkan semuanya. Semua yang bisa dia berikan untukku. Tawanya, senyumnya, perhatiannya. Ah, aku terlalu ingin saat itu kembali. Namun aku tahu, saat itu seharusnya aku yang berbalik melakukan demikian. Aku yang seharusnya memeluknya, menggandeng tangannya, menyuapinya, menyiapkan obatnya, dan memanaskan air untuknya mandi. Seharusnya. Beberapa aku lakukan, walau dengan muka kusut sambil menggerutu kepada-Nya. Justru saat ini jika bisa aku ingin melakukan semuanya (lagi). Bahkan sangat ingin melihatnya senyum, senyum yang sangat kurindukan.

Aku juga tak pernah akan bisa lupa ketika sakaratul maut menghadangnya. Ketika tubuhnya tergolek lemah di tengah alat-alat kesehatan yang terus bekerja. Kata dokter, pembuluh darahnya pecah, dia terkena serangan stroke yang kedua. Mereka bilang ini tidak baik, tapi aku tak mengerti. Aku ingat raut mukanya. Aku ingat, selalu kuingat. Ketika dia menangis kesakitan, ketika dia ingin berbicara namun sulit. Dan aku terus menangis saat itu. Dan aku sadar beberapa jam kemudian, dia telah tiada.

Aku pun ingat bagaimana saat aku memandikannya, saat dia dikafani, dan saat aku menciumnya untuk yang terakhir kali. Dibalutan kain putih itu, dia tersenyum. Manis sekali. Seolah bahagia meninggalkan dunia ini, atau ingin yang ditinggalkan ikut berbahagia dengannnya. Tapi aku tak bisa. Air itu selalu keluar dari mataku perih, dan sakit rasanya. Dia tak akan pernah kembali lagi, tak akan bisa.

Lalu sepi, sedih, sendiri. Tak ada lagi sandaran. Tak ada lagi pelukan. Tak ada lagi gandengan tangan. Tak ada lagi pria yang bisa menghibur dan juga memarahiku. Tak ada lagi…Tak ada lagi.

Aku hanya tersadar bahawa kematian dapat merubah segalanya. Begitu cepat begitu drastis, tanpa pandang buluh. tanpa aba-aba.


Kiky…Kangen Papa…

Cirebon,  27 Januari 2014