Jumat, 04 Maret 2016

Cerita 54 - Perpisahan



Bagiku perpisahan tak akan pernah menyenangkan, Entah itu dengan pacar,keluarga, sahabat, atau bahkan saat ini. Aku tahu tugasku disini hanya satu tahun, dan ketika ada pertemuan pastinya akan ada perpisahan. Perspisahan yang bagi sebagian orang merupakan suatu kesedihan, tapi mungkin bagi sebagian lagi merupakan suatu kebahagiaan. Kalau bagiku saat ini perpisahan camur-campur rasanya antara senang dan sedih. Senang karena masa tugasku telah habis, aku akan bertemu keluargaku di tanah kelahiranku. Tapi perpisahan ini juga membuatku sedih, meninggalkan keluarga baru yang sudah setahun ini menemaniku, teman, sahabat, anak murid, dan kebiasaan-kebiasaan satu tahun ini. Ini yang membuat perpisahan menjadi sulit.

Satu tahun bukan waktu yang sebentar mengukir pengalaman disini. Hal-hal yang dulu kuanggap tabu harus menjadi biasa disini. Hal yang sebelumnya tak pernah kufikir bisa kulakukan, kulakukan disini. Hal-hal yang belum pernah aku lakukan, kulakukan disini. Hal yang tak pernah kutahui, aku tahu disini.Ah begitu banyak hal-hal tersebut yang membuatku sedih meninggalkan tempat ini. Tapi, perpisahan ini memang harus begini adanya. Karena setiap yang bertemu memang harus berpisah.

Minggu-minggu akhir berada disini rasanya memang tak ingin pulang. Banyak kegiatan disini, dari mulai sekolah, desa sampai kecamatan. Teman-teman guru dan anak-anak makin sering berkunjung kerumah. Bahkan di akhir-akhir setiap hari mereka ke rumah hanya untuk sekedar menemani atau bersenda gurau sambil ngecas hape. Lalu mereka membuat kopi dan aku memasak alakadarnya. Kami semua makan sambil tertawa. Sudah malam kuusir mereka karena aku yang mengantuk, tapi mereka pasti bilang “Nanti do ibu, Ibu su mau pulang ju.” Jadilah aku tidak jadi tidur. Menunggui mereka yang belum pulang.

Minggu-minggu terakhir juga aku makin sering mengobrol dengan orang rumah. Mama dan Bapa yang super sibuk. Kadang aku menemani mama yang bertani di belakang Balai Desa. Atau iseng-iseng bertamu kerumah orang. Atau main ke rumah Bai Tapatab gara-gara mau makan ikan lele, dan Bai bilang “cukup empat su”, padahal aku ambilnya lima. Atau juga memasak bareng mama dan anak-anak. Mereka bilang masakan Jawa. Entah aku masak apa pokonya nanti mereka akan komentar “Enak dan Pedis.” Padahal aku yakin makananku kurang ini kurang itu, maklum koki amatiran.


Sampai di acara perpisahan. Banyak yang menitihkan air mata. Aku pun demikian. Aku baru melihat Bapa menangis sampai tersedu-sedu. Teman-teman guru juga demikian. Bahkan anak-anak yang histeris. Lalu aku sadar, tinggal beberapa hari lagi, aku tak akan bertemu mereka dan entah kapan aku bisa menginjakkan kaki kesini lagi.

Sampai saatnya tiba aku pamit kepada masyarakat, aku mendatangi rumah mereka satu per satu dan tangis itu mulai pecah. Tangis yang tulus dari dalam diri mereka. Tangisan yang penuh arti bagiku. Dan juga kata-kata mereka “Pulang bae-bae Ibu, terimakasih.” Seharusnya aku yang berterimakasih, bukan mereka.



Tim sepakbola sekolah tak menghadiri perpisahan
karena harus bertanding di kecamatan
malam harinya mereka datang ke tempat tinggalku dan berkata
'Ibu su mau pulang, mari kotong foto!"

Perjalanan satu tahun ini merupakan perjalanan yang luar biasa bagiku. Trelalu berlebihan jika dikatakan “mengabdi”. Justru aku yang banyak belajar disini, belajar tentang arti hidup sesungguhnya, belajar untuk lebih bersyukur, dan belajar bahwa banyak anak kurang beruntung yang harus kudidik. Terimakasih atas pembelajaran kehidupan yang telah diberikan. Aku tidak akan melupakan pengalaman yang luar biasa ini. Semoga semuanya dapat bermanfaat. Aamiin yra.

Rizky Purnama
SM-3T IV UPI
Kab. KUPANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar