Kamis, 08 Januari 2015

Cerita 7 : Hello Amfoang

Pagi hari sekitar jam 6 aku sudah dijemput dengan otto bus. Busnya semacam elf kalo di Cirebon. Ketika di Cirebon, aku paling takut untuk naik elf, kadang supirnya suka seenaknya ketika mengemudi. Tapi untuk sampai ke penempatan aku dan Nesya harus meniki bis ini, yang bisa dibilang jauh dari kata layak alias kondisi body nya sudah tidak bagus lagi.

Aku dan Nesya bergegas masuk ke dalam otto dengan barang bawaan kami yang terlampau banyak. Sebagian barang bawaan disimpan di atas otto, mereka menyebut bagasi dan sebagian di dalam otto. Otto penuh dengan manusia dan berbagai macam karung.




Kami dijemput oleh kakak beradik Ibu Rina dan Ibu Novri. Ibu Rina merupakan guru Kimia di SMAN 1 Amfoang Barat Laut, SMA dimana tempat kami bertugas, sedangkan ibu Novri guru SMK. Sepanjang perjalanan (aku yang duduk di muka bis dengan Ibu Novri) diceritakan banyak hal. Beliau selalu bilang “Tenang saja Ibu Kiky, Amfoang aman.”

Semua barang bisa diangkut dengan otto. Awalnya kami ragu apakan otto mau mengangkut barang bawaan kami yang seabrek. Ternyata, barang bawaan kami bisa diangkut, bahkan motorpun bisa diangkut, diikat di bagian belakang otto. Pemandangan yang sangat baru bagi kami. Otto sangat ramai, aku senang melihat masyarakat yang saling tegur sapa di dalam otto. Semua saling kenal.

Perjalanan sangat jauh dari ekspektasi. Yang aku dengar, menurut cerita dari kepala dinas, kaka senior perjalanan ke Amfoang sangat jauh dan melewati kali-kali yang kering. Tapi kufikir jalanannya rata, alias aspal. Ternyataaaa, jangan harap jalanan lurus. Jalanan berbatu, pasir dan debunya? Masya Allah. Semua yang tadinya bersih, bagai kena hujan debu. Perjalanan 8 jam melewati hutan belantara dengan pohon-pohon kering yang gersang. Bagaikan lagu ninja hatori “mendaki gunung, lewati lembah”. Jika kebelet buang air kecil, otto akan berhenti, dan penumpang silakan buang air di hutan. Aku sih serem buang air begitu.

Kepala dinas memang benar, perjalanan ke Amfoang melewati kali kering, jumlahnya? Ratusan mungkin. Kali-kali yang ketika kemarau berfungsi sebagai jalan dan beralih fungsi menjadi sungai ketika musim hujan.

Aku takjub dengan supir otto Amfoang. Bagaimana tidak, selain dia menguasai medan yang amat dahsyat, mereka juga hafal jalanan. Gila, lewat hutan, lewat kali kering yang tidak ada jalannya mereka hafal, tanpa nyasar, tanpa peta apalagi GPS. Kebayang kalo otto tiba-tiba mogok, malam hari di hutan atau di kali. Jangan harap ada lampu, jalan aja susah. Tapi tenang mereka sudah persiapkan semuanya.

Perjalanan panjang, sangat panjang. Di Jawa, perjalanan panjang seperti ini mungkin dari Cirebon sudah bisa sampai ke Jogjakarta, tapi ya jalanan licin aspal. Tapi ini sungguh, sepanjang perjalanan saya menggunakan masker karena debu.


Di Amfoang Barat Daya kami istirahat makan siang. Baru kali ini makan dikelilingi anjing. Lalu saya tersadar, ini NTT. Anjing Babi berkeliaran, dan kamu harus sisap bertemu mereka, harus siap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar