Jumat, 13 Maret 2015

Cerita 12 : Balada Air Kapur

“Sumber air so dekat”

Kalimat di atas mungkin sudah tidak asing lagi di telinga. Sebuah iklan air mineral yang menggambarkan betapa keringnya NTT. Iklan itu di bagian Kab. TTS (Timur Tengah Selatan). Tapi di Kabupaten Kupang, daerah penempatan aku dan teman-teman juga banyak yang sulit air. Beberapa teman harus berjalan berkilo-kilo untuk mendapatkan air dari sumber air (oelelo). Sumber air bersih? Keruh lebih tepatnya.

Alhamdulillahnya, di desa penimpatanku, Desa Oelfatu, air melimpah. Aku hanya cukup berjalan kaki lima meter ke belakang rumah, lalu air menimba dari sumur, sebanyak yang aku butuhkan. Mandi dan memasak, semuanya aman. Tapi jangan harap air disini sama dengan air di Jawa. Air disini mengandung kapur. Guru Kimia di SMA penempatanku bilang “Ibu tahu kenapa orang NTT kulitnya hitam? Karena air disini mengandung kapur. Nah, air kapur membuat kulit menjadi gelap, dosen saya bilang demikian.” Masuk akal pikirku. Lalu untuk minum bagaimana? Air kapur tidak bagus bagi kesehatan. Kalau harus minum AMDK, hmm dengan harga di amfoang bisa bangkrut rasanya.

Sebelum sampai di Kupang,senior SM3T yang penempatan di Kupang pernah bilang “Air di Kupang berkapur, sebaiknya untuk minum disaring terlebih dahulu.”

Aku dan Nesya membeli saingan air, yang cara penggunaannya pun kami tak tahu. Awalnya kami saring panas-panas, tapi rasanya berbeda, tidak seperti air minum yang seharusnya. Kami pun bertanya, apa yang salah. Ternyata menurut salah seorang guru, air disaring ketika sudah dingin, tidak panas lagi/ Kami pun menyaring ketika dingin. Disaring sampai 3 kali penyaringan. Dan rasanya, sama seperti air minum yang di Jawa, hehe.


Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin kami setiap hari, memang agak merepotkan dan cukup memakan waktu, Tapi lebih baik mencegah daripada mengobati, kan? J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar