Rabu, 09 September 2015

Cerita 44 - Mengungsi Puasa

Sudah satu minggu aku berpuasa disini, sendirian. Kesibukan Glori Cup membuatku tidak bisa pergi kemana-mana. Aku ksepian makan sahur dan buka seorang diri. Aku rindu ramadhan yang sesungguhnya dimana semua orang bersuka cita menyambut dan melaksanakannya, tapi disini berbeda ya mereka bukan dari golongan agamaku. Ramadhan tak seperti dulu.

Aku pun memutuskan untuk pergi ke naikliu, kecamatan sebelah yang memiliki masjid. Disana juga ada Menik dan Uyun teman SM3T-ku. Aku ijin susah payah ke Bapa desa, dan ketua panitia. Semua oke, asal jangan terlalu lama. Pikirku yang penting aku jalan dulu saja, urusan pulang ya bisa nanti-nanti lah.

Bersama Pak Yan aku jalan ke Naikliu. Rasanya excited. Ramadhan memiliki temam, mendengar suara adzan dan shalat berjamaah. Sampai di naikliu, justru aku sedih. Beginilah memang puasa di tanah rantau bersama teman-teman.

Naikliu merupakan kota kecamatan, yang lebih maju dibanding desaku. Disini listrik PLN 12 jam, yang berarti ketika sahur masih ada listrik, tidak perlu repot meminjam TS.

Memasak makanan berbuka bersama, saling bercanda riang, tidur, atau mengaji bersama. Ini semua menyenangkan, memiliki saudara sesame muslim yang membuat aku tak kesepian lagi.


“Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar