Rabu, 15 Juli 2015

Cerita 23 – Tanam

Dari dulu waktu di Jawa selalu ingin ikut petani tanam. Rasanya asik sepertinya masuk kelumpur, nbawa bibit padi dan menanamnya. Bisa main lumpur sekaligus menikmati pemandangan sawah yang menyejukkan. Tapi sayangnya hal itu tidak pernah kesampaian. Alasannya adalah karena aku dan keluargaku tidak memiliki sawah, dan tidak mungkin juga tiba-tiba misalnya lewat persawahan dan minta ikut petani tanam, bisa-bisa nanti gagal panen gara-gara aku ikut.

Tapi disini semua itu terwujud. Memasuki musim penghujan adalah musimnya tanam bagi warga disini. Lahan yang sudah dibersihkan mulai ditanami. Jagung dan padi yang paling utama, buat makan mereka nanti selama setahun. Masing-masing keluarga disini memiliki tanah untuk ditanami. Dan tanahnya itu luas-luas. Mereka tanam di kebun atau di halaman rumah. Kanapa musim penghujan? Karena air yang susah, mereka hanya mengandalkan hujan.

Bapa dewsa tak ketinggalan ikut tanam juga. Malah, tanah bapa desa ini luas dan ada dimana-mana. Aku yang exited langsung bilang ke Bapa dan anak-anak mau ikut tanam. Tanam apa? Apa saja.

Pertama Bapa menanam jagung di belakang rumah. Kufikir tanam jagung itu susah, nyatanya gampang sekali. Kita hanya memerlukan bamboo yang ujungnya diruncingnka. Caranya tikam bamboo tersebut kedalam tanah, masukkan jagung lalu tutup. Tunggu tiga hari nanti akan keluar daunnya. Dan voila, setelah tiga hari jagung tumbuh. Senang rasanya melihat hasil tanamku, ya walaupun aku tanamnya sedikit istirahatnya yang banyak.

Pernah dengar kalau makanan pokok NTT itu jagung? Nah, masyarakat disini menyelang jagung sebagai makanan utama. Misalnya pagi dan malam makan nasi dan siangnya makan jagung. Mereka bilang jagung lebih membuat kenyang dibanding nasi. Makanan khas disini adalah jagung bose. Oleh karena itu, setiap rumah pasti tanam jagung banyak-banyak.

tanam jagung
Selain jagung disini juga masyarakat menanam padi. Ada dua macam padi, yaitu lading dan sawah. Perbedaannya adalah padi lading hanya memerlukan sedikit air sedangkan padi sawah memerlukan banyak air. Bibitnya juga berbeda, kalau padi lading bibitnya adalah gabah, sedangkan padi sawah bibitnya adalh nuk (anakan padi), ituloh yang hijau seperti rumput.

Tanam padi lading juga sama seperti jagung. Tikam, masukan gabah lalu tutup. Beberapa hari padi akan tumbuh. Nah kalau padi sawah yang mengasyikkan. Aku selalu bertanya pada Bapa kapan tanam di sawah. Bapa selalu bilang “Nanti tunggu hujan banyak-banyak”. Tunggu=tunggu akhirnya bapa mengajakku untuk tanam di sawah. “Tapi lumpur loh ibu, nanti kotor.’ Mama dan anak-anak selalu berkata padaku. Ah, justru aku mau merasakkan lumpurnya, euforianya.



bibit jagung

cabut anakan padi

yeay!
mari tanam ramerame
Melihat sawah yang begitu luas aku senang sekali. Sawah milik Bapa memiliki banyak pematang. Berbagi tugas, ada yang menanam ada yang mentraktor. Aku melihatnya takjub dan tak sabar untuk ikut tanam. Aku lipat celanja panjangku dan masuk kedalam kubangan lumpur. Aaak, senang tak terkira., Aku lalu diajarkan menanam padi. Mudah saja hanya masukkan anakan padi ke dalam tanah, tapi jangan terlalu tekan.  Hanya itu. Tapi menanam di sawah ini membuat pinggang kaku setelahnya. Tanam sampai anakan nya habis. Senang sekali karena apa yang tidak aku dapat di kampong halamnku aku dapatkan di tanah rantauan. Tuhan memang Maha asyik. Tinggal tunggu tiga bulan lagi dan aku siap ikut panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar