Rabu, 22 Juli 2015

cerita 29 - Nilai

Mengajar di tempat terpencil menurut banyak orang merupakan suatu tantangan  tersendiri. Begitu juga bagiku. Bagaimana cara siswa dapat menangkap materi dengan baik tanpa harus membebani. Aku tahu, dan sadar benar ini sulit. Disamping mereka sudah lama tidak belajar matematika (di SMP tidak ada guru matematika) kesadaran siswa untuk sekolah juga kurang. Banyak siswa yang dalam satu minggu kehadiran tidak full, atau bahkan ada siswa yang datang ketika ujian saja.

Aku mengalaminya. Mengajar matematika siswa SMA, yang terkadang aku harus kembali lagi mengulang pelajaran SMP atau bahkan SD. Perkalian yang masih meraba atau juga operasi bilangan bulat yang belum khatam. Kadang aku merasa putus asa, tapi banyak juga siswa yang membuat aku semangat dengan semangat mereka untuk memahami pelajaran, atau siswa yang memang mereka kurang, tapi tetap semangat belajar. Aku akan menghargai siswa yang sering mengerjakan tugas, dan rajin ke sekolah dibanding mereka yang hanya sekolah senin kamis.

Keadaan ini membuat aku bingung memberikan nilai raport untuk mereka. Dalam pembelajaranku, memang aku tidak hanya memberikan mereka sebatas materi matematika, tapi aku berusaha mendidik mereka dengan pembelajaranku. Bukankah lebih baik anak-anak menjadi anak yang baik? Ketika dia menjadi anak yang baik, otomatis kepintaran akan muncul seiring berjalannya waktu. Aku bukan guru saklek yang menganggap bahwa nilai adalah segalanya. Di era dimana nilai dapat dibeli, lebih baik menanamkan nilai-nilai kehidupan dibanding menuntut mereka untuk mendapat nilai yang bagus.

Kalau boleh dibilang, nilai siswaku itu jauh dari KKM. Bagaimana tidak, bagaimana aku dapat mengajarkan mereka tentang suku banyak ketika pemahaman mereka tentang alajabar masih belum benar. Banyak materi yang memang tidak bisa dicapai. Nilai ulangan yang jauh dari tuntas. Aku bingung bagaimana harus member mereka nilai. Aku juga tidak mungkin menulis angka “30” di raport mereka.

Dalam kebingungan ini, banyak guru-guru yang bilang padaku
“Ibu, kasihan mereka kalau dapat nilai jelek di raport, paling tidak cukuplah nilai mereka pas KKM saja itu juga sudah sangat baik.”
Akhirya setelah mempertimbangkan semua, aku member nilai mereka pas KKM, dengan mengkatrol nilai-nilai mereka. Memang tidak semua, masih banyak juga anak pintar yang nilainya lebih dari KKM tanpa harus aku katrol. Semoga, dengan nilai mereka di smester awal ini membuat mereka semangat untuk belajar, atau membuat mereka bertanya “darimana saya mendapat nilai ini?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar